Sabtu, 27 April 24

Kenapa Barat Vokal Kecam Rusia Invasi Ukraina, Tapi Diam Israel Invasi Palestina?

Kenapa Barat Vokal Kecam Rusia Invasi Ukraina, Tapi Diam Israel Invasi Palestina?
* Militer Israel invasi Palestina. (Foto: Arab News)

Sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu, sejumlah negara berbondong-bondong mengecam tindakan Putin. Tak hanya itu, deretan sanksi ekonomi juga dijatuhkan negara dunia demi mengatasi invasi Rusia.

Namun, sorotan dari berbagai pihak mempertanyakan bahwa tindakan dunia terhadap Rusia dilakukan dengan standar ganda,’ mengingat konflik bersenjata tak hanya terjadi di Rusia.

Seorang jurnalis, Ahmed Twaij, menyinggung sikap AS dan negara-negara Barat yang tidak vokal bahkan lemah ketika menyangkut konflik Israel dan Palestina serta konflik di luar Eropa dalam tulisannya di NBC News.

Ia memberikan contoh kasus koresponden CBS News, Charlie D’Agata.

D’Agata dalam laporannya di Kyiv sempat mengatakan, “Ini bukan tempat, dengan segala hormat, seperti Irak atau Afghanistan, yang telah merasakan konflik dalam beberapa dekade,” dikutip dari NBC News.

“Anda tahu, di sini kehidupan beradab, kebanyakan warga Eropa, saya harus memilih kata-kata itu dengan hati-hati, kota di mana Anda tidak berpikir atau berharap ini (perang) akan terjadi,” kata D’Agata lagi.

Komentar ini membuat D’Agata diserang di media sosial. Tak hanya itu, Twaij menilai peristiwa ini menunjukkan bahwa dunia Barat lebih menghargai kehidupan masyarakat berkulit putih dibandingkan yang tewas di luar Eropa.

“Saya setuju bahwa Kyiv bukanlah kota yang saya ‘harapkan’ akan terjadi kekerasan, tetapi bukan juga Baghdad, Kabul, atau kota lain. Standar ganda ini menggelikan,” tulis Twaij.

Bila dilihat dari sisi hubungan politik luar negeri, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Prof. Dr. Moestopo, Fadra, mengakui standar ganda ini tampal dilakukan beberapa negara-negara Barat, salah satunya Amerika Serikat.

“Kalau yang saya amati bahwa betul ya, karena kalau kita melihat dari 1991, ketika Soviet pecah, kemudian permasalahan di Irak, Arab Spring, dan sebagainya, sampai konflik Arab-Israel yang sudah bertahun-tahun, internasional tidak ada suaranya,” ujar Fadra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (9/3).

“Sedangkan ketika Rusia menginvasi Ukraina, ini responsnya sangat cepat dan sangat tinggi. Bahkan tidak melihat kenapa sebenarnya Rusia menginvasi Ukraina. Terlihat sekali bahwa ini ada sebuah gerakan gotong royong di internasional yang memang kontra dengan agresi Rusia ke Ukraina,” lanjutnya.

Fadra menilai, standar ganda ini dipengaruhi oleh Amerika Serikat, yang diketahui memegang peranan penting di Eropa kala Perang Dunia II selesai.

“Pada 1948 kita ingat, Eropa itu berutang banyak ekonomi ke Amerika Serikat. Ketika Eropa setelah masa Perang Dunia II, runtuh ekonomi dan politiknya di tahun itu. Sehingga sampai hari ini, banyak keputusan dan kebijakan Amerika Serikat itu sangat didukung oleh negara-negara di Eropa.”

AS penyokong kuat Israel dan utang budi Eropa. Utang budi ini juga memengaruhi hubungan AS dan Eropa, salah satunya di bidang politik internasional.

“Ada utang budi Eropa kepada Amerika, sehingga dalam banyak kebijakan politik internasional, mereka selaras,” jelas Pengamat Hubungan Internasional, Fadra.

Dari hubungan Eropa-AS ini, bersekutu dengan AS merupakan hal yang penting dilakukan, mengingat AS bisa saja mendukung negara yang berada di pihaknya.

Bila ditarik ke kasus Israel-Palestina, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Airlangga, I Gede Wahyu Wicaksana, menilai dukungan AS terhadap Israel membuat Tel Aviv terhindar dari kecaman internasional.

“Memang tak ada yang menjatuhkan sanksi atau mengutuk Israel, itu kan karena Israel didukung Amerika Serikat, karena lobi yang sangat kuat di Washington, sehingga semua resolusi mau mengutuk Israel diveto oleh Amerika. Rusia biasanya abstain, China biasanya abstain,” jelas Wahyu kepada CNN Indonesia, Selasa (8/3).

Pendapat yang sama juga diutarakan Pengamat Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah. Ia menilai penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina selalu mentok di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Ada benarnya, karena untuk konflik Israel-Palestina, itu selalu mentah di Dewan Keamanan PBB kan. Resolusi pun gak pernah bisa dipraktikkan, selalu diblokir oleh Amerika Serikat,” kata Rezasyah saat ditanyai standar ganda komunitas internasional dalam konflik Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina oleh CNNIndonesia.com, Selasa (8/3).

Menurut Rezasyah, di ranah resolusi PBB, AS dan negara Barat lebih banyak bermain di sana.

“Kalau yang dilakukan Amerika Serikat, itu kan sebenarnya lebih sering dan lebih banyak kan. Di Irak, di Suriah, di Afghanistan, dan Amerika Serikat terlalu pro-Israel dalam kasusnya dengan Palestina. Kalau melihat dari kuantitas, permainan resolusi PBB lebih banyak dimainkan kubu Barat,” jelas Rezasyah. (CNNIndonesia/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.