Sabtu, 27 April 24

Kawal Sidang Ahok Bentuk Komitmen Parmusi Bela Agama Allah

Kawal Sidang Ahok Bentuk Komitmen Parmusi Bela Agama Allah
* Para kader Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) mengawal sidang Ahok di depan Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2017). (Foto: dok. Indryadi/Parmusi).

Jakarta, Obsessionnews.com – Perhatian ormas-ormas Islam terhadap sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sangat tinggi. Ormas-ormas Islam tersebut menginginkan Ahok dipenjara dan diberhentikan dari jabatannya.

Salah satu ormas yang konsisten mengawal sidang Ahok adalah Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi). Parmusi tak pernah absen berunjuk rasa sejak sidang perdana Ahok di eks gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (13/12/2016) hingga sidang ke-14 di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, hari ini Selasa (14/3/2017).

Selain Parmusi yang juga berdemonstrasi adalah Aliansi Pergerakan Islam (API) Jabar, Laskar Pembela Islam, Jawara Betawi, dan Gerakan Muslim untuk Jakarta.

“Parmusi selalu hadir dalam mengawal sidang Ahok. Dan ini merupakan aksi ke-14 Parmusi mengawal sidang Ahok. Kehadiran ini merupakan bentuk komitmen Parmusi dalam perjuangan membela agama Allah,” kata komandan aksi Parmusi Indrayadi kepada Obsessionnews.com.

Sebelumnya massa dari berbagai ormas Islam menggelar unjuk rasa menuntut Ahok dimasukkan ke hotel prodeo alias dipenjara. Pada 21 Februari 2017 massa berunjuk rasa di Gedung DPR. Demonstrasi tersebut merupakan kelanjutan dari aksi bela Islam di Masjid Istiqlal, Jakarta, yang diprakarsai Forum Umat Islam (FUI), Sabtu (11/2/2017).

Aksi menuntut penista agama semula digerakkan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (14/10/2016) dan dikenl dengan sebutan Aksi 410. GNPF kembali menggelar aksi pada Jumat (4/11/2016) atau Aksi 411, dan aksi pada Jumat (2/12/2016) atau Aksi 212.

Demo itu dipicu oleh ketersinggungan umat Islam atas ucapan Ahok  soal Al-Quran surat Al Maidah ayat 51 di sebuah acara di Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016).  Saat itu Ahok mengatakan, “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”

Majelis Ulama Pusat (MUI) Pusat secara resmi mengeluarkan pernyataan sikap keagamaan terhadap kasus Ahok.  MUI dalam pernyataan sikap keagamaan yang ditandatangani Ketua Umum Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Anwar Abbas pada Selasa (11/10/2016), menyebut perkataan Ahok dikategorikan menghina Al-Quran dan menghina ulama yang berkonsekuensi hukum.

Tiga hari setelah dikeluarkannya sikap keagamaan MUI, GNPF MUI meggelar aksi bela Islam jilid 1 yang menuntut Ahok ditangkap dan dipenjara. Namun, aksi yang diikuti ribuan orang tersebut seperti membentur tembok.

Karena tidak ada tanda-tanda polisi menangkap Ahok, GNPF MUI kembali mengerahkan massa turun ke jalan. Dan sungguh mengejutkan. Aksi Bela Islam jilid 2 yang digelar di depan Istana Presiden tersebut diperkirakan diikuti lebih dari 2,3 juta orang. Aksi itu kemudian populer dengan sebutan aksi 411. Dipilihnya Istana Presiden sebagai lokasi berunjuk rasa karena massa menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) melindungi Ahok.

Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama pada Rabu (16/11/2016). Namun, Ahok tak ditahan. Ia hanya dicekal ke luar negeri. Tentu, hal itu tak sesuai dengan aspirasi pengunjuk rasa.

Oleh karena itu massa yang dikoordinir GNPF MUI kembali berunjuk rasa dalam Aksi Bela Islam 3 pada Jumat (2/12/2016). Semula direncanakan dalam aksi 212 itu akan dilakukan sholat Jumat di sepanjang Jl. Sudirman – Jl. MH Thamrin – bundaran Hotel Indonesia (HI) – depan Istana Presiden. Namun dibatalkan setelah tercapai kompromi antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama para pimpinan GNPF MUI di kantor MUI Pusat, Senin (28/11/2016). Aksi 212 diperkiran diikuti lebih dari 7,5 juta orang.

Polisi melimpahkan kasus Ahok ke Kejaksaan Agung (Kejagung).  Selanjutnya  Kejagung melimpahkan berkas perkara kasus Ahok ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Status Ahok berubah menjadi terdakwa saat menjalani sidang perdana pada Selasa (13/12/2016).

Belajar dari kasus Ahok, semua pihak hendaknya menyimak pernyataan mantan Ketua Umum Pengurus  Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) KH Hasyim Muzadi dalam siaran pers yang berjudul “Kekuatan (Energi) Al-Quran dan Politisasi”, Rabu (9/11/2016). Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini mengatakan, di kalangan umat Islam seluruh dunia ada tiga hal yang tidak boleh disinggung atau direndahkan, yakni Allah SWT, Rasulullah SAW, dan kitab suci Al-Quran. Apabila salah satu, apalagi ketiganya disinggung dan direndahkan pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapapun.

“Reaksi tersebut akan segera meluas tanpa bisa dibatasi oleh sekat-sekat organisasi, partai, dan birokrasi. Kekuatan energi tersebut akan bergerak dengan sendirinya tanpa dibatasi ruang dan waktu,” katanya.

Merujuk kasus Ahok dalam dugaan penistaan agama, umat Islam bereaksi keras. Ucapan Ahok di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, yang dinilai MUI menghina Al-Quran dan ulama itu melahirkan gelombang demonstrasi besar-besaran yang menuntut Ahok dipenjara! (arh)

Baca Juga:

TEMPO Ungkap Ahok Terima Uang e-KTP

Kasus e-KTP , Nama Ahok Ada di Nomor 30

Memprihatinkan Kondisi Angkutan Umum DKI Era Ahok

Urus Busway Saja Ahok Tak Mampu

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.