Oleh: Ustadz Felix Siauw, Pengemban Dakwah
Andai semua kata-kata harus kita pertimbangkan, maka hidup kita takkan pernah jadi apapun. Sebab tak semua kata-kata berharga, tak semua kalimat bernilai.
Bila saja Rasulullah mendengarkan kata manusia kebanyakan, maka dakwah beliau berhenti. Agama Islam takkan pernah sampai pada kita. Kebenaran takkan tegak sampai kapanpun juga.
Jika kata manusia kebanyakan yang jadi standar kebenaran, untuk apa Allah turunkan Al-Qur’an bagi kita? Andai manusia kebanyakan tahu yang mana yang benar, maka tak perlu Rasul sebagai penuntun.
Tapi justri sebaliknya, manusia itu lemah, terbatas, dan tak memahami hakikat, maka perlu Allah sebagai penunjuk, perlu Rasul sebagai penuntun, perlu agama sebagai pengatur mereka.
Maka jangan lemah terhadap kata-kata manusia kebanyakan yang mengikuti hawa nafsu. Jangan ikuti tiap-tiap kalimat yang ditujukan kepada kita, jangan ambil hati atas semua ucapan manusia.
Pastikan saja apa yang kita perbuat sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, lalu pastikan cara kita dalam dakwah sebaik-baiknya. Itu sudah cukup bagi kita, apapun reaksi orang, abaikan saja.
Bukan pertama kali dakwah dimaki dan dicaci, bahkan Rasulullah yang sempurna akhlaknya saja terkena. Apatah lagi kita yang masih banyak kurangnya, baik dari segi ilmu juga dari segi akhlak.
Bukan pertama ada manusia yang lucah lisannya, nista amalnya. Yang pasti akan selalu ada kapanpun Islam didakwahkan. Sebab mereka yang terancam dalam maksiatnya, terancam syahwat kekuasaannya.
Tak perlu risau, mereka akan mati dan dihisab. Kita pun ada saatnya selesai dan kembali pada Allah. Bedanya, lelah yang beriman itu di dunia, sedangkan lelahnya orang munafik dan kafir itu di dunia dan juga di akhirat nanti.
Di dunia, jangan kita kira kita yang berdakwah saja yang diuji, mereka yang nyinyir pada dakwah pun diuji. Bedanya, Allah akan memberi kebahagiaan pada ujian mereka yang taat, dan sengsara pada ujian mereka yang ingkar.
