Kasus Penembakan Bikin Malu AS, Joe Biden Berantas 'Senjata Hantu'

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menerbitkan perintah untuk menindak peredaran senjata-senjata api rakitan, yang disebut juga sebagai "senjata hantu" karena tidak terdaftar dan tidak bisa dilacak. "Kekerasan bersenjata di negeri ini sudah jadi epidemi, dan ini memalukan secara internasional," kata Biden pada Kamis (8/4/2021) waktu setempat. Pernyataan itu dia kemukakan setelah mengeluarkan perintah eksekutif presiden, yang artinya tidak membutuhkan persetujuan Kongres. Perintah tersebut mencakup pembatasan bagi kepemilikan senjata-senjata tertentu, memperketat pemeriksaan latar belakang pemilik, dan mendukung langkah pencegahan dari pihak berwenang di daerah-daerah. Namun, Biden bakal menghadapi tantangan berat dalam mengendalikan peredaran senjata api. Masalahnya, memiliki senjata api merupakan hak warga yang dilindungi oleh Amandemen Kedua Konstitusi AS sehingga tidak sedikit warga yang menilai pembatasan dari pemerintah itu bakal melanggar hak konstitusi mereka. Beberapa jam setelah pernyataan Biden itu, kasus penembakan brutal kembali terjadi. Kali ini, seorang pria membunuh satu orang dan melukai lima lainnya di suatu toko di Kota Bryan, Texas. Seorang polisi juga kena tembak dan luka-luka saat menangkap pelaku. Sedangkan pada Rabu (07/04) lalu, lima orang, termasuk dua anak-anak, tewas di South Carolina. Tersangka diketahui adalah mantan pemain NFL, Phillip Adams. Pada Maret lalu terjadi dua kasus penembakan massal di Kota Boulder negara bagian Colorado dan di Kota Atlanta, negara bagian Georgia, sehingga menewaskan total 18 orang. Apa yang disampaikan Biden? Berbicara di Gedung Putih pada Kamis (08/04) waktu setempat, Biden mengungkapkan bahwa rata-rata 106 nyawa melayang setiap hari akibat penembakan brutal di AS. "Demi Tuhan, ini sudah jadi epidemi dan harus dihentikan," kata Biden. Dia pun menyampaikan duka cita kepada keluarga korban penembakan yang baru-baru ini terjadi di South Carolina. Perintah Eksekutif yang dikeluarkan Presiden Biden itu memberi Departemen Kehakiman 30 hari untuk membuat aturan yang akan mengurangi peredaran "senjata hantu" itu. Senjata api rakitan itu tidak memiliki nomor seri dan tidak bisa dilacak. Pemeriksaan latar belakang calon pemilik pun tidak diwajibkan saat membeli peralatan senpi itu. "Siapapun, mulai dari kriminal hingga teroris, bisa membelinya dan, cukup 30 menit, bisa merakitnya menjadi senjata," kata Biden. Kalangan pakar menyatakan bahwa senpi rakitan itu makin banyak digunakan untuk kasus kejahatan. Lebih dari 40 persen senjata yang disita di Los Angeles bertipe senjata hantu, ungkap pihak berwenang. Biden juga memberi waktu dua bulan kepada Departemen Kehakiman untuk membuat aturan soal pistol berpopor. Di bawah aturan tersebut, pistol berpopor akan digolongkan sebagai senapan laras pendek, yang memerlukan pemeriksaan latar belakang yang jauh lebih ketat di bawah Undang-Undang Senjata Api Nasional. Departemen Kehakiman juga diminta membuat rancangan undang-undang yang membuka jalan bagi pemerintah negara-negara bagian untuk membuat aturan sendiri mengenai pembatasan senpi. Dengan aturan pembuka itu, pengadilan dan aparat hukum setempat bisa memutuskan untuk melucuti senjata yang bisa berisiko tinggi bagi masyarakat. Masalahnya, meluluskan aturan pengetatan senpi di Kongres bakal sulit. Saat ini komposisi Senat AS terbelah dua, 50-50, antara Demokrat dan Republik, ditambah Wakil Presiden Kamala Harris memiliki satu suara penentu. Namun, berdasarkan aturan di Senat saat ini, butuh minimal 60 suara untuk mengesahkan undang-undang, sehingga artinya harus ada dukungan pula dari Partai Republik yang beroposisi. Masalahnya, para politisi Republik sebelumnya selalu memblokir rancangan aturan pembatasan senpi. (Red) Sumber: BBC News