Kader Internal bukan Pilihan

Kader Internal bukan Pilihan
Obsessionnews.com - Pragmatisme partai politik (parpol) masih terjadi. Selepas pilpres, parpol yang sejatinya menjadi kawah candradimuka calon pemimpin negeri malah tak bertaji mengusung kader internal meramaikan pilkada serentak. Pragmatisme parpol yang demikian bisa dilihat dari sikap Gerindra-PAN di Jakarta yang mendorong kader partai lain yakni Ridwan Kamil untuk maju berlaga. PDIP yang mengidentikkan diri sebagai partai kader juga membidik sosok eksternal. Baca juga: Bawaslu Bakal Soroti Bansos dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 Peneliti BRIN Wasisto Raharjo Jati menganggap parpol berpikir realistis dengan memerhatikan kecenderungan perilaku pemilih. Defisit kader yang memiliki ketokohan membuat parpol bersikap pragmatis, bukan didasari ideologi. "Saya pikir para parpol sudah berpikir realistis dengan kecenderungan perilaku pemilih yang secara umum lebih mengutamakan ketokohan, pengaruh, maupun juga kepemilikan sumber daya yang dimiliki oleh figur tertentu. Hal itulah yang kemudian mereduksi pengaruh kepartaian dan warna politiknya dalam pilkada ini," kata Wasis, kepada Obsessionnews.com, di Jakarta, Selasa (25/6). Pragmatisme parpol sudah terbaca mengiringi dinamika menjelang Pilpres 2024. Dari sembilan partai yang memiliki kursi di Senayan, hanya melahirkan tiga kandidat paslon capres-cawapres. Satu capres non-parpol, satu cawapres non-parpol. Perjalanan menuju pilpres juga diwarnai drama Koalisi Indonesia Bersatu yang bubar jalan begitu saja, sekalipun gabungan Golkar, PAN dan PPP sudah cukup untuk mengusung kandidat capres-cawapres. Perjalanan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya gabungan Gerindra-PKB juga tidak sampai berujung pada majunya masing-masing ketum untuk berlaga. Kegagalan mencetak kader mumpuni berdampak pada sikap rakyat atau pemilih. Ketiadaan parpol ideologis membuat pembahasan komposisi cagub-cawagub dengan komposisi nasionalis-religius atau sebaliknya, tak lagi menjadi menonjol. Realita ini membuktikan parpol tidak lagi memiliki karakter dan cenderung nekat mengambil jalan pintas demi meraih kekuasaan. Maka jangan heran kita tak pernah lagi terlibat dalam dialektika perjuangan partai atas nama ideologi. Petaka ini membuat rakyat tidak mendapatkan pendidikan politik yang baik. Pilkada serentak di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota tidak menjadi ajang pembuktian eksistensi parpol/ "Sebagian besar pemilih di level lokal adalah pemilih yang pragmatis dan awam terhadap perdebatan ideologi dan warna politik. Mereka lebih melihat kedekatan emosional dengan kandidat baik itu langsung maupun tak langsung sebagai preferensi," kata Wasis. (Erwin)