Sabtu, 27 April 24

Ini Respon Kadin Terkait Rencana Pemerintah Menerapkan Pajak 1 Persen Untuk UKM

Ini Respon Kadin Terkait Rencana Pemerintah Menerapkan Pajak 1 Persen Untuk UKM

 

 Imar

Jakarta– Rencana pemerintah yang akan mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) Pajak UKM 1% pada pertengahan tahun ini mendapat respon  dari kalangan pengusaha. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang UKM dan Koperasi Erwin Aksa berharap motif pengenaan pajak tersebut sebaiknya tidak hanya bersifat pungutan atau fiskal. Namun harusnya bisa juga menjadi semacan insentif, sarana atau alat menaikkan status pengusaha UKM yang selama ini mandeg.

“Semestinya ini bisa menjadi semacam tools agar pelaku UKM, utamanya pengusaha kecil, bisa  naik kelas atau scaling up bisnis mereka,” ujar Erwin di Jakarta, Senin (3/6/2013).

 

Perpres itu sudah ditanda tangani Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono. Nantinya pelaku sektor UKM yang mempunyai omzet kurang dari Rp 4,8 miliar akan dikenakan PPh sebesar 1%.

Erwin mengingatkan, agar pajak ini bukan menjadi beban baru bagi pelaku UKM.  Tetapi diharapkan dapat menjadi pintu masuk pelaku UKM untuk mampu mengakses modal, pasar, dan sumber daya manusia.

“Mindset regulator dengan pajak ini jangan hanya bersifat pungutan, bisa juga ini menjadi insentif atau media untuk menjaring UKM agar mereka nantinya mampu masuk ke lembaga keuangan mencari modal, menerobos pasar, dan mencari SDM-SDM professional,” ujar Erwin.

Erwin mengatakan, dengan adanya pajak ini, perusahaan kecil nantinya akan memperoleh NPWP (Nomor Pajak Wajib Pajak). Perusahaan UKM juga akan terdorong mengelola perusahaannya secara profesional dan tata kelola yang bagus (best practice).

“Hal-hal semacam ini nantinya yang membuat UKM bisa diperhitungkan oleh lembaga keuangan untuk memperoleh akses modal. Mereka  terlihat lebih bankable,” papar Erwin.

Sebab itu, Kadin UKM meminta agar pemerintah lebih kencang mendorong akses permodalan, pasar, dan SDM setelah implementasi regulasi ini.

“Sebab pelaku UKM nanti akan lihat apa dampaknya bagi mereka dengan adanya pajak itu. Apakah akses permodalan masih tetap sulit, biaya dana atau bunga bank tetap tinggi, akses pasarnya ribet, infrastruktur masih semacam dulu? Dunia usaha akan lihat ke sana,” ucap dia.

Erwin mengatakan, tak hanya naik kelas, UKM Indonesia ke depan juga dituntut harus berdaya saing tinggi. Pasalnya, agenda Asean Economic Community (AEC) 2015 sudah di depan mata.

“Jangan sampai pasar UKM kita ini pemiliknya malah ada di Singapura, Malaysia, Thailand, di Vietnam pada saat di pasar bebas Asean ini nanti,” pungkas Erwin.

Dikatakannya, belajar dari kasus perdagangan bebas dengan China (Asean-China Free Trade Agreement/ACFTA), Indonesia belum cukup siap, sehingga kerap dunia usaha mesti diinjeksi berbagai insentif dari pemerintah. Padahal, persiapan Indonesia menghadapi perdagangan bebas dengan China hingga enam tahun. Namun waktu yang cukup panjang itu tidak sepenuhnya dioptimalkan pemerintah dan dunia usaha.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.