Minggu, 12 Mei 24

Harga Daging Ayam Melonjak, Konsumen Teriak

Harga Daging Ayam Melonjak, Konsumen Teriak
* Elly Tugiyanti

Harga Daging Ayam Melonjak, Konsumen Teriak
Oleh: Dr Ir Elly Tugiyanti MP

Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang banyak diandalkan oleh masyarakat untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga, selain kandungan gizinya juga dikarenakan harganya yang terjangkau.  Masyarakat sangat memaklumi jika saat lebaran harga-harga bahan pangan termasuk daging ayam di pasar naik, karena permintaan menjelang lebaran meningkat apalagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam saat lebaran tingkat konsumsi daging ayam juga meningkat.

Namun kali ini Lebaran telah usai dan sudah hampir dua bulan berlalu, namun harga daging ayam tidak turun-turun, bahkan cenderung naik dan bertahan di kisaran harga Rp  Rp 32.000 – Rp 36.000 per kilo, bahkan di beberapa daerah seperti Bogor, Jakarta, dan sekitarnya mencapai Rp 40.000 per kilo. Berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok, harga rata-rata daging ayam di tingkat nasional berada pada harga Rp33.790 per kilogram.  Kondisi ini tidak seperti biasanya, pada tahun-tahun sebelumnya setelah lebaran harga daging ayam perlahan mulai turun, apalagi menjelang Idul Adha (10 Dzulhijah) karena masyarakat lebih banyak mengkonsumsi daging kambing ataupun sapi, otomatis permintaan akan daging ayam turun dan disisi lain pasokan daging tetap stabil maka kondisi ini menyebabkan harga daging ayam turun.

Kondisi anomali harga ayam tahun 2015, apakah disebabkan pasokan ayam yang kurang? Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Robert James Bintaryo menyatakan bahwa harga daging ayam akan normal di bulan September tergantung suplainya.  Yang menjadi pertanyaan kenapa suplai turun?

Harga sapronak (sarana produksi ternak) ayam broiler khususnya bibit dan pakan yang tinggi mengakibatkan peternak rakyat skala kecil lebih baik mengurangi jumlah ayam yang dipelihara bahkan berhenti dulu melihat kondisi pasar mengingat modal ataupun kemampuan keuangan yang tidak mencukupi. Kondisi ini mengakibatkan suplai ayam di pasar juga menurun, walaupun di beberapa wilayah akan ada yang panen.

Selama ini suplai ayam sebagian besar dipasok oleh peternak-peternak kecil yang kemampuan skala usahanya sedikit dan sering mengalami kerugian, hal ini dikarenakan terutama harga pakan yang cenderung naik tidak sebanding dengan harga jual ayam saat dipanen.  Peternak rakyat agar tetap dapat memelihara ayam broiler banyak yang mengandalkan jasa perusahaan kemitraan yang menjamur di semua daerah.

Peternak  menyediakan tanah, kandang, peralatan kandang dan tenaga kerja berusaha untuk memelihara ayam broiler, karena perusahaan kemitraan akan membantu bibit, pakan, dan obat-obatan selama pemeliharaan.  Semua pengeluaran peternak akan diperhitungkan dari pendapatan yang diperoleh peternak saat mereka panen.  Kapan peternak akan tenang dalam berusaha dan mendapat keuntungan jika harga pakan dan bibit tidak pernah diatur oleh pemerintah saat harganya naik?

Permasalahan ini sebenarnya merupakan masalah kompleks yang selama bertahun-tahun kurang mendapat perhatian.  Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan bisa saja membuat kesepakatan harga ayam untuk bulan september 2015 harga ayam Rp18.500-Rp20.000 per kilogram tergantung suplai, namun dengan harga tersebut apakah peternak bisa untung dan merasa sejahtera?  Peternak mungkin bisa diajak bicara tentang permasalahan ini.  Selama ini suara peternak mungkin sudah diwakili oleh beberapa organisasi, asosiasi ataupun kelompok ternak.  Namun permasalahan dunia perunggasan terutama pakan selalu belum terpecahkan.

Rendahnya suplai ayam di pasaran juga meresahkan peternak, karena peternak setelah lebaran tidak mampu memelihara ayam broiler seperti biasanya karena kondisi seperti ini, namun disisi lain bagi perusahaan justru menjadi peluang bagus yaitu dengan memperbesar divisi produksi dengan alasan untuk mempertahankan suplai ayam dipasar, akibat selanjutnya adalah yang akan bermain di dunia ayam broiler adalah perusahaan-perusahaan yang menguasai sektor hulu sampai hilir.

Akan dikemanakan peternak rakyat ayam broiler yang jumlahnya menyebar di seluruh Indonesia ini?  Peternak tidak hanya butuh biaya untuk memperbaiki kandang dan peralatan agar tetap mereka bisa berusaha, namun mereka juga harus memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.  Perlukah aturan untuk membatasi jumlah usaha pemeliharaan ayam komersial untuk perusahaan pembibitan?

Kondisi ini perlu dipecahkan, namun kebijakannya mestinya menggunakan kacamata dari berbagai sudut pandang yaitu dari hulu (peternak ayam broiler), brooker, pedagang, dan perusahaan-perusahaan hilir (pakan, bibit, obat ternak), sehingga kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan satu pihak saja namun paling tidak peternak sebagai pelaku pemeran utama dunia ayam broiler juga diperhatikan dan tidak selalu jadi pihak yang dikalahkan.

Semoga kondisi anomali harga daging ayam tahun 2015 dapat dijadikan momentum bagi pemerintah, pengusaha, peternak,  dan kita untuk lebih bisa memajukan dunia perunggasan di Indonesia. [#]

*) Dr Ir Elly Tugiyanti MP – Ketua Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.