Minggu, 5 Mei 24

Full Day Pesisir

Full Day Pesisir

Oleh: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia

Judul tulisan ini untuk merespon polemik FULL DAY SCHOOL program menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy. Menteri satu ini mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

Untuk pilihan menjadi menteri harus recent dan mundur secara halus teratur dari kursi rektor yang ditempatinya selama kurang lebih 15 tahun lebih itu.

Pilpres 2014 durian runtuh kepadanya untuk menjadi Menteri dengan segala model dukungan politik hingga mengamankan kampus untuk mendukung program presiden Joko Widodo.

Namun, tidak serta merta langsung menjadi menteri pasca pilpres 2014. Jokowi lebih memilih Anies Baswedan sebagai mendikbud pada saat penyusunan kabinet Jokowi – JK.

Genealogi Muhammadiyah secara politik tak menujukkan tekat yang kuat dan lemah dalam nalarnya. Semua hanya berkutat pada perbaikan organisasi, namun tidak bertekad memperbaiki sistem bernegara. Perubahan pola ini di Muhammadiyah setelah reformasi. Organisasi yang pelopori reformasi, kini butuh direformasi karakter kader-kadernya, tak menunjukan sebagai kader piawai dalam segala hal apapun. Jauh ditinggal oleh Ki Bagus Hadikusuma dan Kiyai Mas Mansur dalam persoalan kebangsaan.

Berbeda dengan NU, mereka pede mengklaim diri sebagai pendiri bangsa, padahal kiprah pimpinan NU masa kemerdekaan bisa dibilang tak ada tokoh yang mumpuni selain tokoh Muhammadiyah. Mohon maaf saja kalau mengklaim 24 karat seluruh deklarator kemerdekaan Indonesia itu orang Muhammadiyah kecuali ada yang kristen (diluar Muhammadiyah), NU mohon maaf tak ada.

Boleh kita sebut satu persatu yakni Bung Karno, Sukiman, Ki Bagus Hadikusuma, Kahar Muzakkar, Mas Mansur, Jenderal Sudirman, Sjafruddin Prawiranegara, dan banyak lagi tokoh-tokoh pendiri bangsa ini yang berasal dari Muhammadiyah. Dipastikan NU hanya berperan kecil diluar struktur BPUPKI, Konstituante, dan penyusunan pancasila. Itupun NU berperan dilingkungan pesantren saja.

Saya menyebut ini sebetulnya utuk menjawab provokasi saudara Muhaimin Iskandar terhadap FULL DAY SCHOOL dan Pernyataan Resmi NU yang sangat nafsu sekali. Saudara Muhaimin Iskandar ini seperti bukan tokoh, masih kanak-kanak. Ya cermin Gusdur berkata “seperti taman kanak-kanak”, itulah yang dimaksud Gusdur. Terlalu norak cara berfikirnya.

Yang paling menyedihkan ketika Saudara Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambangi Presiden Joko Widodo dan kemudian disusul oleh Muhadjir Effendy ke Istana negara karena dipanggil sang presidennya.

Pertemuan berlangsung. Saudara Kiyai Ma’ruf Amien membawa kepentingan sekolah-sekolah NU, bukan kepentingan perbaikan umat secara keseluruhan. Setelah pertemuan berlangsung 3 orang itu antara Joko Widodo, Ma’ruf Amien dan Muhadjir Effendy. Kemudian keluar dan melakukan jumpa pers.

Yang membuat aneh bin ajaib itu, saudara kiyai Ma’ruf Amien yang berbicara banyak dalam proses konprensi pers, Saudara Muhadjir Effendy sebagai menteri pun seolah tak kompeten bicara saat itu, hanya pilih diam, sekali lagi diam sambil mengguyu hati diri sendiri agar kelihatan semangat dan tersenyum.

Padahal jumpa pers itu adalah kepentingan kebijakan Full Day School, tentu yang harus klarifikasi adalah Muhadjir Effendy secara etika dan sikap. Bukanlah saudara Kiyai Ma’ruf Amien, kalaupun atas nama MUI atau NU pun tak berhak mencampuri urusan kebijakan. Kecuali saudara Kiyai Ma’ruf Amien memberi masukan kepada Presiden sebagai respon atas kebijakan.

Bagi saya Muhadjir Effendy adalah menteri tak kompeten dan tak memiliki prinsip atas siapapun yang mencampuri urusan internal. Kecuali warga negara memberi aspirasi baru kemudian di respon secara bijak dan tepat.

Sudah saatnya menunjukkan diri, ada baiknya Muhadjir Effendy mundur dari jabatan menteri Pendidikan dan kebudayaan. Karena menjadi menteri pun belum tentu didukung Muhammadiyah, kecuali soal proyek dan program, mungkin saja berebutan.

Begitu juga dengan Presiden Joko Widodo, padahal program Full Day School adalah masukan Jokowi akan masa depan pendidikan Indonesia. Namun, dengan gagahnya Joko Widodo meninjau ulang program FULL DAY SCHOLL tersebut. Berjanji pula mengeluarkan perpres terhadap program tersebut. Ditunggu saja. Ini sama saja dengan Joko Widodo membuat Muhammadiyah malu.

Mengapa demikian? seperti Muhammadiyah tak punya harga ketika Joko Widodo bersikap seperti itu. Pimpian Muhammadiyah pun mwngeluarkan keputusan mendukung kebijakan FULL DAY SCHOOL sesaat setelah pertemuan di istana Negara dengan presiden.

Akhirnya press rilis PP Muhammadiyah keluar bersamaan dengan keputusan meninjau ulang program FULL DAY SCHOOL. Ini membuat kebanyakan warga Muhammadiyah kecewa dengan sang presiden, sekaligus kecurigaan terhadap NU dengan sikap yang tanpa kompromi.

Saya berjalan dan bertemu dengan banyak orang termasuk kader NU dan Muhammadiyah. Kader-kader Muhammadiyah sangat malu, karena dipermalukan oleh sang presiden, ditambah dengan tidak piawainya para pimpinan Muhammadiyah itu sendiri.

Ya begitulah, kalau Muhadjir Effendy tidak mengundurkan agar tetap melanjutkan FULL DAY SCHOOL. Kalau kelanjutan ini mungkin pindahkan basisnya ke masyarakat pesisir dengan nama program FULL DAY PENDIDIKAN PESISIR (FULL DAY PESISIR).

Ini masukan untuk Muhadjir Effendy yang memiliki otoritas mengambil kebijakan terkait pendidikan agar tidak lagi memikirkan pendidikan di wilayah perkotaan yang sudah merupakan wilayah pemerintah daerah. Sekarang harus pindahkan program tersebut pada sekolah-sekolah pesisir.

Karena selama saya investigasi anak-anak nelayan di 10 Provinsi, mayoritas pendidikan pesisir sangat jarang diperhatikan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan saja untuk sekolah pesisir di Wakatobi belum selesai hingga hari ini, mungkin saja duitnya di tilap dan repu oleh para pejabat KKP RI. Begitu juga pendirian sekolah-sekolah lain diberbagai tempat di Indonesia.

Muhadjir Effendy sebagai menteri harus memiliki otoritas kebijakan yang kuat, kalau lemah lebih baik mundur saja jadi menteri karena tak berguna. Hanya membebani negara dan rakyat saja dengan menggaji menteri yang tak punya inovasi.

Kalau mau egois seperti kelakuan NU yang kalau masuk dalam kekuasaan semua orang NU numpuk. Nah, sekarang sudah saatnya orang Muhammadiyah merebut seluruh sektor termasuk kepung pesisir untuk melaksanakan konsep Kementerian Pendidikan dan kebudayaan agar berhasil. Kalau mau memaksakan diri, walaupun Muhammadiyah tak punya karakter itu berkelompok.

Karena selama ini memang Muhammadiyah tak mengenal berkelompok, karakter independensinya terlalu kuat sehingga tak banyak merugikan negara dalam hal apapun. Berbeda dengan organisasi lain yang selama justru membebani negara dan bangsa. Muhammadiyah juga tak pernah meminta bangsa ini untuk dikasihani.

Keyword dari tulisan ini “orang Muhammadiyah menjadi pejabat sekelas menteri, wapres dan presiden kalau tidak amanah dan tidak mampu bekerja ya mundur saja, mengakui lemah lebih baik daripada bertahan dalam kepalsuan”.

Cuma harus ingat oleh siapa pun anak bangsa Indonesia, Muhammadiyah tidak pernah mengklaim bangsa ini di dirikan oleh Muhammadiyah, cukup organisasi lain saja yang klaim dirikan bangsa ini. Karena tidak elok kalau mengklaim.

Ingat, Muhammadiyah bertugas membesarkan negara, menjaga bangsa dan mengharmonikan sendi-sendi bernegara. Cara ini dilakukan tak harus menjadi menteri. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.