DPA Bangkit dari Kubur, Jawab Kepentingan Siapa?

DPA Bangkit dari Kubur, Jawab Kepentingan Siapa?
Obsessionnews.com - Pada 2012 yang lalu Adnan Buyung Nasution bikin geger. Geram karena nasihatnya tidak didengar, Bang Buyung nekat menerbitkan memoar "Nasihat untuk SBY" ketika menjabat anggota Wantimpres 2007-2009. Sekalipun menabrak aturan perundang-undangan, karena anggota Wantimpres dilarang menyebarluaskan nasihat kepada presiden, Buyung merasa perlu menggebrak dengan alasan pertanggungajawaban moral. Dia tidak mau dianggap hanya tidur siang selama menjabat Anggota Wantimpres. Baca juga: DPA Siasat Jokowi Tetap Berkuasa? Kacau Bernegara! "Cuma buang waktu dan uang," kata Buyung membeberkan kegeramannya selama menjabat Wantimpres, dalam acara peluncuran buku "Nasihat untuk SBY" di Hotel Pullman, Jakarta, 2012 silam. Bang Buyung telah berpulang pada 2015 yang lalu. Sembilan tahun kemudian, DPR melalui rapat paripurna ke-22 Penutupan Masa Persidangan V Tahun 2023-2024, Kamis (11/7), menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diubah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) atas usul inisiatif DPR. Para legislator lupa, sekalipun kontroversial, langkah yang dilakukan Buyung menunjukkan betapa rapuhnya Wantimpres karena kesulitan berkomunikasi dengan presiden, dan nasihat para anggota tak wajib ditindaklanjuti Kepala Negara. Buyung tak mau Wantimpres seperti DPA zaman orde baru yang nasihat dan pertimbangannya tidak didengar presiden sementara anggotanya mendapat fasilitas dari uang rakyat. Penetapan RUU Wantimpres diubah menjadi DPA atas inisiatif DPR dilakukan secara kilat meskipun mengikuti prosedur. Ditetapkan melalui Badan Legislasi (Baleg) terlebih dulu untuk kemudian dibawa ke paripurna. DPA yang lama telah terkubur, bangkit dengan kewenangan yang membingungkan. Ada wacana menjadikan DPA lembaga selevel dengan presiden. Jumlah anggotanya juga tak terbatas. Kalau Buyung mundur karena merasa sebagai anggota Wantimpres rasa DPA, kini DPA yang memang diatur UUD NRI Tahun 1945, bakal dibuat sejajar dengan presiden sebagai lembaga, bisa jadi almarhum hidup lagi untuk memberi nasihat kepada presiden dan mendorong untuk dieksekusi. Namun dalam urusan tata negara, boleh jadi ketentuan ini bakal menimbulkan chaos. Peneliti Formappi Lucius Karus menilai gerak-gerik yang dilakukan DPR pada akhir sisa masa jabatan, dengan mengupayakan revisi sejumlah undang-undang, seolah menyiapkan alas kaki pemerintahan ke depan untuk melangkah. Celakanya, publik tidak tahu apa urgensinya. "Jika melihat beberapa RUU yang dibahas di injury time seperti saat ini, nampaknya ada semacam kepentingan dari rezim mendatang untuk mencari payung hukum atas semua rencana mereka dalam membentuk pemerintahan periode baru di bawah Prabowo-Gibran," kata Lucius kepada Obsessionnews.com di Jakarta, pagi tadi. DPR bersama pemerintah bakal merevisi sejumlah undang-undang seperti RUU TNI, Polri, Kementerian Negara dan Wantimpres. DPR bahkan sudah menerima surpres untuk membahas RUU TNI, Polri dan Kementerian Negara. RUU TNI dikhawatirkan membuka akses militer keluar dari barak dan menjabat pada banyak jabatan sipil, meskipun dibatah oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Sedangkan RUU Polri memperluas kewenangan polisi dalam penyadapan dengan dalih menanggulangi ancaman. Ketentuan tersebut kalau dikhawatirkan menyuburkan tindakan penyalahgunaan kewenangan aparat di lapangan. Sementara revisi UU Kementerian Negara dimaksudkan untuk menambah jumlah kementerian disesuaikan dengan kebutuhan presiden. Lucius menganggap apa yang dilakukan DPR sekarang ini sudah tidak mengherankan. Terlebih, secara komposisi parlemen yang akan datang juga dikuasai partai koalisi pemerintah. Apapun kepentingan ke depan disiapkan dari sekarang, seolah sedia payung sebelum hujan. Sialnya, cuaca sekarang sudah anomali sehingga sulit diprediksi walau sudah bisa diendus untuk bagi-bagi kursi. "Karena komposisi parlemen yang nampaknya tak banyak berubah ya niat mempersiapkan pemerintahan mendatang didukung oleh parpol yang ada di parlemen sekarang. Tentu saja ada negosiasi politik yang mendorong parpol mendukung niat pemerintahan mendatang. Bisa kado keinginan untuk diakomodasi menjadi taruhan parpol dengan mendukung pemerintahan melalui UU seperti wantimpres ini untuk diubah," keluh Lucius. (Erwin)