Jumat, 26 April 24

Di Era Digital, Penting untuk Praktisi PR Membangun Engagement dengan Media

Di Era Digital, Penting untuk Praktisi PR Membangun Engagement dengan Media
* Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri: Dr. Ahmad Saufi, S.Si., M.Sc Ibu Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR Founder & CEO LSPR Communication & Business Institute Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi: Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D Direktur SMK: Dr. Ir. M. Bakrun, M.M Direktur Kursus dan Pelatihan: Dr. Wartanto (dari kiri ke kanan). (Foto: Istimewa)

Jakarta, Obsessionnews.com – Di era digital seperti sekarang ini, praktisi Public Relations (PR) perlu membangun engagement yang kuat dengan media. Sebab pemberitaan yang ditayangkan media mampu mempengaruhi opini publik.

Founder & CEO LSPR Communication and Business Institute Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR mengungkapkan, untuk membangun engagement dengan media, praktisi PR harus memahami media terlebih dahulu.

“Antara lain, dengan memahami kebutuhan media di era digital seperti sekarang,” katanya di acara ‘Manajemen Komunikasi Media’ yang digelar Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi di Jakarta, pada Rabu (9/9/2020).

Dia menambahkan, ada empat kebutuhan utama yang dibutuhkan media. “Keempat kebutuhan itu adalah informatif, kreatif, komunikatif, dan strong media bonding,” ungkapnya.

Prita menjelaskan, informatif artinya PR harus mampu memberikan informasi atau data terkini (up-to-date) dalam format multimedia, baik print, digital, hingga video maupun infografis.

Selain itu, PR juga harus rutin meng-up date website maupun media sosial perusahaan atau instansinya, karena kanal digital ini kerapkali dijadikan media sebagai kanal untuk mencari informasi sebagai bahan penulisan.

Kebutuhan kedua adalah kreatif. Media membutuhkan konten sekaligus informasi yang dikemas secara kreatif. Artinya informasi yang disajikan kepada media dapat dikemas dalam berbagai angle penulisan.

Mengingat, para jurnalis datang dari berbagai desk, seperti dari desk pendidikan, bisnis, lifestyle, dan sebagainya. Bentuk kreatif lainnya adalah dengan menawarkan wawancara eksklusif dengan petinggi di perusahaan.

“Selain itu, informasi yang disajikan pun dapat menampilkan narasumber yang tidak melulu dari internal perusahaan. Misalnya, menghadirkan narasumber pakar dari luar yang sedang happening,” kata Prita.

Ketiga, kebutuhan media adalah komunikatif. Prita menegaskan, spoke person di perusahaan atau instansi, termasuk PR, harus mudah diakses atau dihubungi, pro-aktif, dan mampu membangun hubungan dua arah, seperti mau mendengar dan menerima masukan.

Terakhir, media membutuhkan strong media bonding. Artinya, PR harus mampu membangun hubungan emosional dengan media.

Mulai dari meng-up-date isu atau informasi terkini, media visit, membuat pertemuan secara berkala dengan media melalui berbagai bentuk, seperti memberikan pelatihan kepada media, menggelar kegiatan outbond bersama media demi membangun kedekatan, membangun kerja sama memalui program kolaborasi dengan media, memberikan kesempatan kepada media untuk menjadi pembicara di sejumlah kegiatan internal perusahaan, hingga merespon setiap pemberitaan mereka dengan men-share berita tersebut di media sosial, sebagai wujud apresiasi.

“Bahkan, PR juga dapat membuat WhatsApp (WA) Group guna membangun hubungan yang intens dengan media,” ucapnya.

Menurut Prita, melalui WA Group ini, PR dapat berbagi informasi terkini kepada teman-teman media. Tentu saja, agar WA Group interaktif atau komunikasinya dua arah, PR dapat membuat games atau kuis untuk teman-teman media.

“Selain itu, di WA Group ini, PR juga harus responsif dan cepat dalam menjawab setiap pertanyaan media,” tutup Prita. (Poy)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.