Rabu, 8 Mei 24

Dakwah Dengan Metode yang Variatif

Dakwah Dengan Metode yang Variatif
* Pendakwah - ilustrasi

Oleh: Luthfi Bashori, Pengemban Dakwah

Berdakwah itu tidak semuanya harus dengan kata-kata bijak, namun terkadang perlu juga berdakwah dengan perilaku yang mulia, maka seringkali hasilnya tidak kalah dengan kata-kata bijak.

Jadi, seorang dai harus pandai mencermati situasi dimana ia sedang menjalankan tugas mulianya, sehingga dalam berniat berjuang li I’laa-i kalimatillah (meninggikan agama Allah) itu bisa efektif dan menghasilkan apa yang diharapkan demi kemuliaan kelak di akhirat.

Belajar metode dakwah yang bervariatif dan berkualitas itu, tentu sangat perlu. Karena penerimaan masyarakat terhadap dunia dakwah juga sifatnya bermacam-macam. Ada yang senang mendengar kata-kata bijak nan lembut. Ada yang senang mendengarkan intonasi suara dai yang menggelegar. Ada juga yang senang dakwah Nahi Nunkar dengan tegas bahkan keras.

Namun ada pula yang lebih tertarik dengan dakwah lewat contoh keteladanan yang baik, walaupun minim kata-kata.

Berikut adalah kisah indah tentang warna dakwah lewat kemurahan hati Sayyidina Ibrahim AS. Suatu ketika seorang Majusi menginginkan makanan dari Nabi Ibrahim AS. Maka Nabi Ibrahim berkata kepadanya, “Jika engkau beriman padaku, aku memberimu makanan.” Ternyata orang Majusi itu meninggalkannya dan pergi karena mempertahankan agamanya.

Kemudian Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Ibrahim AS, “Mengapa engkau tidak memberinya makanan, kecuali dengan mengganti agama, sedangkan Kami memberinya makanan selama tujuh puluh tahun meskipun ia dalam keadaan kafir (tidak harus beriman). Apa keberatanmu bila engkau memberinya makanan semalam?

Nabi Ibrahim berlari mengejarnya dan mengundangnya sebagai tamu. Kemudian orang Majusi itu berkata kepadanya, “Aku tidak akan kembali bersamamu, kecuali setelah engkau beri tahukan kepadaku apa sebabnya engkau segera mengejarku setelah menolak memberi makanan kepadaku? Maka Sayyidina Ibrahim mengabarinya sehingga orang Majusi itu sadar, kemudian menyesal. Ia berkata, “Ya Subhanallah, demikianlah Tuhanku memperlakukan aku, padahal aku menyembah selain Dia. Kemudian orang Majusi itu bertauabat dan beriman serta bersungguh-sungguh dalam keimananya.”

Jadi, dengan mengetahui berbagai macam metode dakwah yang harus dikuasai oleh seorang dai, maka ia tidak harus fanatik terhadap satu metode dakwah, misalnya karena sudah terlanjur digeluti sekian lama. Bagaimanapun juga para dai harus mempertimbangkan kondisi masyarakat yang menjadi ummatud dakwah (sasaran dakwah), bahwa masyarakat itu memilik bermacam-macam sifat dan karakter pula. (***)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.