Jumat, 19 April 24

Apresiasi Kepala BNPT Minta Maaf Soal Pesantren Terafiliasi Terorisme, HNW: Nama Baik Pesantren Harus Direhabilitasi

Apresiasi Kepala BNPT Minta Maaf Soal Pesantren Terafiliasi Terorisme, HNW: Nama Baik Pesantren Harus Direhabilitasi
* Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW). (Foto: Humas Fraksi PKS DPR RI)

Jakarta, obsessionnews.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi langkah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar yang datang ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya, bahwa ada 198 pondok pesantren yang terafiliasi jaringan terorisme.

 

Baca juga:

Persis Apresiasi Permintaan Maaf Kepala BNPT Soal Daftar Pesantren yang Terafiliasi Terorisme

HNW Kritik Radikalisme dan Terorisme Dikaitkan dengan Pesantren dan Masjid

 

“Saya mengapresiasi sikap Kepala BNPT yang meminta maaf atas pernyataan publiknya soal 198 pondok pesantren terafiliasi dengan terorisme, yang terkesan menggeneralisir, dan karenanya meresahkan dan menghadirkan polemik. Juga memunculkan ketakutan terhadap pondok pesantren, dan memberikan citra negatif kepada komunitas pondok pesantren khususnya dan umat Islam pada umumnya,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (4/2/2022).

Menurutnya, permintaan maaf dan koreksi seperti ini sangat baik dilakukan, agar jadi tradisi, supaya para pejabat tidak asal melempar wacana yang mendiskreditkan siapa pun tanpa bukti yamg meyakinkan, termasuk terhadap umat Islam. Dan agar tidak lagi dilakukan framing terhadap pondok pesantren, komunitas yang terbukti berjasa bagi Indonesia melawan penjajah Belanda dan menggagalkan kudeta PKI, sebagai terafiliasi dengan terorisme.

“Tetapi karena dampak destruktif akibat pernyataan BNPT yang bermasalah itu, dan sebagai bukti ketulusannya meminta maaf, maka sudah sangat seharusnya bila BNPT bukan hanya tidak akan mengulangi laku bermasalah sejenis, tapi juga secara terbuka dan masif melakukan langkah nyata rehabilitasi untuk kembalikan nama baik pesantren yang track recordnya adalah kontributor penting dalam perjuangan untuk mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negaranya,” kata HNW.

Ia menegaskan, sikap yang dilakukan oleh Kepala BNPT berkonsultasi dengan lembaga otoritatif, dalam hal ini MUI, sudah benar. Suatu hal yang harusnya dilakukan sebelum melontarkan isu sensitif ke publik. Tetapi apa pun peristiwa kemarin itu layak diapresiasi. Ada keberanian MUI untuk menyampaikan kebenaran dan mengkritisi kesalahan, dengan cara yang benar, dan ada keberanian dari pihak BNPT untuk akui adanya kesalahan dan karenanya meminta maaf.

“Semoga hal ini menjadi tradisi yang baik, sebagaimana tradisi pondok pesantren yang membela NKRI dan ajarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” tuturnya.

HNW menambahkan, tradisi yang baik ini dengan berkonsultasi dengan ulama dan kemudian mengakui adanya kesalahan dan secara terbuka meminta maaf, membuktikan tidak serta merta tuduhan yang disampaikan oleh BNP adalah kebenaran. Apalagi diksi yang digunakan terkesan menggeneralisir pondok pesantren.

“Langkah ini penting dicatat. Agar ke depan tidak ada lagi yang sembarangan asal tuduh dan asal framing terhadap komunitas pesantren hanya dari pernyataan sepihak seperti dari BNPT. Karena umat Islam dengan MUI, ormas-ormas dan pondok pesantren tentu juga sepakat menolak terorisme, radikalisme, dan intoleransi.

Apalagi bila itu semua secara tidak adil dan tidak berbasiskan bukti dan kebenaran justru dituduhkan secara general kepada umat Islam dan pondok pesantren. Apalagi di tengah maraknya aksi teror dari separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang anehnya malah tidak mendapat perhatian dari BNPT. Terbukti dengan tidak adanya pernyataan apa pun dari BNPT terhadap aksi-aksi teror berulang dan terbuka dari separatis bersenjata OPM yang telah menimbulkan banyak korban baik dari TNI, polisi, nakes, maupun sarana-sarana publik, seperti Puskesmas, pasar, sekolah, dan lain-lain.

“Padahal Menko Pollhukan Mahfud MD menyebut separatisme lebih berbahaya dari radikalisme. Dan bahkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) OPM disebut Menko Polhukam sebagai gerakan terorisme,” ucap HNW.

Sesudah permintaan maaf dari Kepala BNPT, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap dalam mencegah dan mengatasi terorisme aparat penegak hukum harus mementingkan sikap taati semua ketentuan hukum dan keadilan. Dan melibatkan lembaga-lembaga otoritatif seperti MUI, agar tak semena-mena melemparkan wacana sensitif dan bermasalah untuk dikonsumsi publik.

“Apalagi bila itu malah berlaku secara diskriminatif hanya menyasar pesantren dan masjid, dengan mengabaikan yang jelas-jelas melakukan teror secara radikal seperti gerakan separatis OPM itu,” tandasnya.

HNW juga berharap agar sikap kesatria Kepala BNPT ini dapat diikuti oleh aparat penegak hukum lainnya. Pasalnya, selain pernyataan Kepala BNPT, ada pula pernyataan Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi yang mewacanakan akan dilakukannya pemetaan terhadap masjid untuk mencegah penyebaran paham radikalisme. Suatu hal sangat ditolak oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla, MUI dan umat.

“Saya berharap pernyataan yang disampaikan ke publik untuk pemetaan masjid terkait pencegahan radikalisme, agar juga segera dikoreksi, karena selain tidak berbasiskan bukti yang meyakinkan, juga malah meresahkan umat dan pengelola Masjid dan menimbulkan kecurigaan di antara umat. Juga terkesan adanya diskriminasi.

“Karena tidak ada pernyataan dari pihak kepolisian untuk melakukan pemetaan terhadap rumah ibadah, atau pemuka agama lainnya yang terbukti membantu separatis teroris radikalis OPM dengan menjual amunisi, senjata, dan lain-lain,” tandasnya.

Demi suksesnya pencegahan dan mengatasi radikalisme dan terorisme secara adil dan komprehensif, kata HNW, tradisi baik yang sudah dilakukan Kepala BNPT untuk menyambangi dan berkonsultasi dengan MUI ini juga dapat dilakukan oleh pihak Kepolisian dan lain-lain. Agar tidak ada kesan framing dan diskriminatif serta kebijakan tidak adil terhadap masjid ketika berbicara soal mencegah dan mengatasi radikalisme atau terorisme. Agar kepolisian dan BNPT justru bisa menyatukan seluruh komponen bangsa termasuk umat Islam dan lain-lain secara adil dan benar untuk mencegah dan mengatasi radikalisme, intoleransi dan terorisme di seluruh wilayah hukum Indonesia, demi tegaknya keadilan hukum dan terjaganya kedaulatan NKRI. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.