Apakah Anies Baswedan akan Jadi Pemimpin Negara?

Apakah Anies Baswedan akan Jadi Pemimpin Negara?
Obsessionnews.com - Konon katanya, siapa pun yang menerima dan memegang pusaka tongkat cakra Pangeran Diponegoro pertama, maka orang tersebut bakal menjadi pemimpin besar. Hal itu disampaikan oleh presenter Andy F Noya di acara Kick Andy beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, Pemerintah Belanda menghubungi Indonesia yang berniat mengembalikan tongkat Pangeran Diponegoro. Pusaka ini ibaratnya tongkat komando perang milik Pangeran Diponegoro saat Perang Diponegoro (1825-1830) yang dirampas oleh Pemerintah Belanda saat menangkap Pageran Diponegoro. Tak berselang lama akhirnya Pemerintah Belanda menyerahkan pusaka tersebut ke Indonesia. Saat itu, Anies Baswedan yang menerima pusaka tongkat cakra milik Pangeran Dipoegoro dari Pemerintah Belanda. Penyerahan tongkat komando perang Pangeran Diponegoro ini terjadi saat Anies Baswedan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendibud). ”Suatu hari Pemerintah Belanda menghubungi Indonesia, kemudian berniat untuk mengembalikan tongkat pusaka. Ini ibaratnya tongkat komandonya Pangeran Diponegoro yang dirampas oleh Belanda ketika penangkapan Pangeran Diponegoro dan kemudian dikembalikan,” ujar Andy dikutip dari kanal YouTube Kick Andy Metro TV yang ditayangkan Minggu malam (18/6/2023). Acara tersebut mendapat tanggapan dari netizen Twitter soal pertama kali yang menerima tongkat itu menjadi seorang pemimpin. Salah satunya akun Twitter @cobeh2022. ”Siapa Saja Yang Memegang Tongkat Komando Cakra Pangeran Diponegoro Akan Jadi Pemimpin Besar. Ketika Pemerintah Belanda Mengembalikan Tongkat Pusaka Itu Ke Indonesia Anies-lah Yang Menerimanya,” twit @cobeh2022 di akun Twitternya, dikutip obsessionnews.com, Selasa (20/6). Namun, tak sedikit juga netizen yang menyatakan di akun media sosialnya kalau pernyataan siapa orang yang pertama kali menerima atau memegang tongkat komando Pangeran Diponegoro akan menjadi pemimpin merupakan mitos belaka. Meski begitu, kita semua harus yakin kalau sebuah jabatan pimpinan itu datangnya dari Tuhan YME. Wallahu a’lam bish shawab. Sejarah tongkat Bagaimana sebenarnya kisah tongkat itu? Menurut ahli sejarah Diponegoro asal Inggris, Peter Carey, tongkat tersebut diperoleh Pangeran dari warga pada sekitar tahun 1815. Tongkat itu lantas digunakan semasa menjalani ziarah di daerah Jawa selatan, terutama di Yogyakarta. Itu terjadi sebelum Diponegoro mengobarkan perang terhadap Hindia Belanda pada 1825-1830. ”Penyerahan (tongkat itu ke Indonesia) dirahasiakan sesuai permintaan keluarga yang menyimpan pusaka tongkat Diponegoro tersebut di Belanda,” kata Peter, yang juga menjadi salah satu kurator pameran, selain Werner Kraus (Jerman) dan Jim Supangkat (Indonesia). Michiel Baud mewakili keluarga besar keturunan JC Baud menyerahkan pusaka tongkat ziarah Diponegoro kepada Anies Baswedan. JC Baud menerima tongkat ziarah Diponegoro, yang juga disebut tongkat Kanjeng Kiai Tjokro, dari Pangeran Adipati Notoprojo. Notoprojo adalah cucu komandan perempuan pasukan Diponegoro, Nyi Ageng Serang. Notoprojo dikenal sebagai sekutu politik bagi Hindia Belanda. Ia pula yang membujuk salah satu panglima pasukan Diponegoro, Ali Basah Sentot Prawirodirjo, untuk menyerahkan diri kepada pasukan Hindia Belanda pada 16 Oktober 1829. Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro dipersembahkan Notoprojo kepada JC Baud saat inspeksi pertama di Jawa Tengah pada musim kemarau tahun 1834. Kemungkinan Notoprojo berusaha mengambil hati penguasa kolonial Hindia Belanda. Sejak 1834, Baud dan keturunannya di Belanda merawat tongkat ziarah Diponegoro itu sampai dipulangkan kembali ke Tanah Air. Berdasarkan penelusuran Peter Carey, Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro menjadi artefak spiritual sangat penting bagi Diponegoro, terutama dari simbol cakra di ujung atas tongkat sepanjang 153 sentimeter itu. Berdasarkan mitologi Jawa, cakra sering digambarkan digenggam Dewa Wisnu pada inkarnasinya yang ketujuh sebagai penguasa dunia. ”Sesuai mitologi Jawa, tongkat tersebut dikaitkan dengan kedatangan Sang Ratu Adil atau Erucakra,” kata Peter. Diponegoro kemudian menganggap perjuangannya sebagai perang suci untuk mengembalikan tatanan moral ilahi demi terjaminnya kesejahteraan rakyat Jawa. Perang juga dianggap sebagai pemulihan keseimbangan masyarakat. "Panji pertempuran Diponegoro menggunakan simbol cakra dengan panah yang menyilang,” kata Peter. Kurator dari Rijks Museum Belanda Harm Stevens, juga meneliti tongkat itu selama beberapa bulan terakhir. ”Saya telah mencocokkan dengan petunjuk-petunjuk yang ada. Benar kalau tongkat itu milik Pangeran Diponegoro,” katanya. (Poy)