Selasa, 7 Mei 24

Anas: DPR Tandingan Terkesan Langkah Gugup

Anas: DPR Tandingan Terkesan Langkah Gugup

Jakarta – Meski berada di dalam tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak pernah ketinggalan mencermati perkembangan politik nasional, termasuk saat ini yang lagi ramai mengenai kisruh di DPR antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Terdakwa kasus proyek pembangunan Pusat Olahraga Hambalang itu menyimak kabar terakhir polemik di Senayan. Sesuai kabar yang ia dengar KIH yang dimotori oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berencana membuat DPR tandingan.

KIH merupakan gabungan lima partai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan mosi tidak percaya dengan Pimpinan DPR saat ini yang dikuasai oleh KMP, koalisi pendukung Prabowo Subianto. Penyebabnya karena, permintaan jatah 16 kursi pimpinan alat kelengkapan dewan oleh KIH tidak disanggupi oleh KMP.

Anas mengatakan langkah KIH untuk membuat DPR tandingan bagian dari strategi politik yang buntu, tidak bisa dikembangkan lagi melalui jalur musyawarah, dan tidak lazim untuk dilanjutkan lantaran tidak mencerminkan sikap yang adiluhung.

“Membentuk tandingan adalah langkah politik yang tidak simpatik dan terkesan gagap-gugup,” ujar Anas melalui suratnya kepada wartawan di KPK, Jumat (31/10/2014)

Apabila dipaksakan, menurut Anas, dengan sendirinya akan mengurangi rasa kepercayaan publik terhadap kualitas anggota dewan yang tergabung dalam KIH. Bahkan, bisa menggerus citra pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla.

“Bikin tandingan setelah kalah sulit bercerita positif. Malah berkesan sulit legowo,” kata Anas.

Dalam pertarungan politik, kalah menang adalah sesuatu yang wajar terlebih di DPR. Mestinya kata Anas, meskipun KIH kalah di DPR, pendekatan dan lobi-lobi politik tetap terus dilakukan seberat apapun itu kondisinya.

“Kalau hasilnya maksimal baru dapat enam posisi, bisa saja dianggap sebagai etape awal,” katanya.

Atau jika tidak lanjut Anas, biarkan KMP menyapu bersih semua jatah kursi pimpinan di parlemen, baik MPR, DPR, Ketua Komisi ataupun Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan. “Toh kalau pimpinan komisi dan AKD dikuasai KMP, itu bukan berarti kiamat,” sambungya.

Menurut Anas, bisa jadi kondisi ini akan menciptakan tradisi baru di parlemen. Dimana DPR benar-benar menjadi kekuatan penyeimbang atas berjalannya pemerintahan Jokowi-JK. Fungsinya tidak lain sebagai alat kontrol dan pengawasan yang efektif.

Disisi lain, bisa saja penguasaan KMP di DPR dijadikan bahan ujian‎, apakah niatnya menjadi penyeimbang atau penganggu. Kalau dalam perkembangannya menjadi penganggu pemerintahan Jokowi, maka itu akan merugikan citra KMP di publik.

“Jadi KIH tidak perlu resah dengan dominasi KMP di parlemen. Biasa saja,” ucap Anas.

Menurutnya, kondisi tersebut sudah menjadi konsekuensi politik dari hasil Pileg. Sama halnya dengan dominasi KIH di eksekutif, disisi lain sama-sama tidak ada perbedaan saling menguasai.

Untuk itu, Anas menyarankan tidak perlu ada DPR tandingan, apalagi ‎meminta Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan pemerintah penganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Lebih baik kata Anas, KIH konsentrasi mendukung pemerintahan Jokowi mengamankan program-program yang sesuai dengan spirit trisakti.

“Kalau tandingan yang dihidupkan, bisa jadi presiden buruk. Bayangkan kalau ada presiden tandingan. Repot kalau nanti ‎muncul kabinet dan menteri-menteri tandingan,” terangnya.

KMP Juga Salah
Di sisi lain Anas tidak sepakat dengan cara KIH yang berencana membentuk DPR tandingan, tapi di sisi lain, Anas juga mempertanyakan sikap KMP yang keras tidak mau berbagi dengan KIH dalam memilih dan menetapkan pimpinan komisi serta AKD.

Anas menyatakan, sebenarnya berbagi posisi itu mempunyai arti penting‎ yakni menciptakan semangat kerja sama dan gotong royong, berbagi beban dan juga tanggung jawab, tugas ini dianggap mulia, serta bagus untuk memulihkan citra DPR di mata publik.

“Sikap politik ambil semua, memang berbeda dengan semangat gotong royong. Saat ini sepirit dan jiwa gotong royong tengah diuji oleh sejarah. Ada digagasan atau bisa dibumikan?” tanya Anas.

Mantan anggota DPR itu mengaku pernah membaca komitmen KMP untuk menjalankan demokrasi Pancasila bukan demokrasi liberal. Se pengetahuan Anas, demokrasi yang diajarkan oleh Bung Karno adalah demokrasi Pancasila. Inti terdalam dari demokrasi pancasila tersebut adalah gotong royong.

“Bagaimana gotong royong diimplementasikan dalam kamar-kamar politik hasil pemilu yang cenderung liberal?. Itulah tantangan dan ujian sejarah untuk bikin terobosan. Siapa berani mewariskan legacy,” jelas Anas menanggapi polemik DPR yang masih terus berlarut. (Abn)

 

Related posts