Analisis Ilmiah Rekaman Jokowi yang Disampaikan Hasto

Analisis Ilmiah Rekaman Jokowi yang Disampaikan Hasto
* Presiden Jokowi buka Rakornas Forkopimda di SICC, Sentul, Rabu, 13 November 2019. (Humas Kemensetneg)

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen

Mulai kemarin (17/8/2024), sampai dini hari ini, gawai saya tidak henti-hentinya bunyi notifikasi yang menandakan adanya pesan-pesan masuk untuk konfirmasi tentang berita kebenaran rekaman suara Joko Widodo (Presiden Indonesia yang berakhir 2024 ini) sebagaimana disampaikan oleh Hasto Kristiyanto (SekJen PDI-P) pasca upacara peringatan 17 Agustus di halaman Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu 17 Agustus 2024.

Perlu sekali lagi ditandaskan bahwa saya sudah lebih dari 4 tahun terakhir ini tidak lagi menjadi bagian ataupun berafiliasi dengan partai politik apa pun, setelah secara resmi mengundurkan diri secara terbuka dan melalui surat tertanggal 11 Maret 2020 (Supersemar). Jadi analisis ini 1.000% – bukan hanya sekadar 100% – murni ilmiah tanpa ada unsur politis apa pun, selain hanya demi kebenaran fakta ilmiah ilmu pengetahuan semata.

Intinya, kemarin Hasto di depan banyak wartawan memberikan keterangan pers (sebagaimana video lengkap pemberitaan YouTube Pikiran Rakyat.com : youtu.be/PXnAxai3r8g? yang berjudul “Hasto PDIP Beberkan Rekaman Diduga Suara Jokowi yang mau gunakan Penegak Hukum untuk Intimidasi”). Tayangan berdurasi 2 menit 31 detik tersebut memuat jelas di mana Hasto memutar suara (yang berasal dari Video di HP-nya) di TCR (Time Code Recorder) 1’30” sampai dengan 1’59” yang didahului dengan kalimat dia “Tapi gambarnya nggak usah ya …”.

Statemen Sekretaris Jenderal Partai Banteng Merah moncong putih ini kemudian menjadi sangat viral baik di media konvensional maupun banyak platform sosmed, lengkap dengan berbagai komentar maupun analisis (sok) ilmiah dari beberapa netizen. Ada yang menyebut bahwa rekaman audio tersebut hanya rekayasa, mulai dari tuduhan hasil editan dan bahkan ada pula yang nekad menuduh bahwa itu hasil karya AI (Artificial Intelligence) dilengkapi dengan video contoh-contoh AI dari kasus-kasus lain yang tidak ada hubungan sebelumnya.

Terus terang harus tersenyum saya baca semua komen tersebut, meski ada pepatah yang mengatakan bahwa “Maha benar netizen dengan segala komennya”, namun kali ini (maaf) banyak komentar – terutama disinyalir yang jelas berasal dari akun-akun PendengungRp/BuzzerRp- yang tampak selalu “berani berujar karena ada yang bayar” nya. Malahan karena pengin kelihatan (sok) ilmiah, ada juga yang contohnya nekad atau ngawur asal mengambil dari DeepFake dan atau ReFace, padahal sama sekali jauh dari itu.

Faktanya suara yang rekaman yang aslinya berupa video (hanya memang tayangan visualnya sengaja tidak ditunjukkan kepada wartawan-wartawan oleh Hasto dengan cara membalik HP-nya kemarin) itu memang asli 100% berasal dari suara Joko Widodo saat memberikan sambutan dalam acara Rakornas Forkominda (Rapat Koordinasi Nasional Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) yang diselenggarakan di SICC (Sentul Internasional Convention Center), Sentul Selatan, Kabupaten Bogor pada hari Rabu (13/11/2019) lalu.

Durasi keseluruhan pidatonya saat itu adalah sepanjang 38 menit 53 detik sebagaimana bisa disaksikan secara utuh melalui kanal resmi YouTube BPMI (Biro Pers Media dan Informasi) Sekretariat Presiden : youtu.be/4m2iiJoZEWA? dan potongan asli kalimat sepanjang sekitar 40 detik tersebut memang faktanya terdapat pada TCR 37’34” hingga 38’20” alias sesaat sebelum Joko Widodo mengakhiri sambutannya. Kenapa potongan kalimat ini masih bisa dikategorikan asli, karena memang tidak ada unsur editing di dalamnya.

Definisi teknis tidak ada unsur editing ini menjadi krusial harus saya sampaikan di sini karena masih banyak awam (atau juga yang “sok pakar”) tidak bisa membedakan antara proses “cut-to-cut” dengan yang sudah ada “inserting” (sisipan suara lain alias tambahan, atau bahkan ada “dubbing” (penggantian suara dari yang asli menjadi suara lain, bisa orang atau sumber lain, misalnya atmosphere). Jadi selama potongan tersebut hanga dicuplik dari rekaman aslinya saja tanpa disisipi atau ditambah-tambahi unsur suara lain di depan, di tengah maupun di belakangnya, maka meski sependek apa pun rekaman tersebut (dari panjang durasi aslinya) tetap masih memenuhi syarat teknis sebagai suara asli, sebagaimana potongan suara Joko Widodo dari video keseluruhan yang sudah jelas bisa diidentifikasi keasliannya tersebut.

Memang harus juga dimaklumi bahwa terkadang potongan rekaman begini bisa menimbulkan perbedaan persepsi bagi yang mendengarnya, maka secara objektif saya tampilkan secara utuh aslinya dan bahkan kesemuanya diberikan link lengkap agar bisa didengarkan langsung dan dimaknai masing-masingnya. Namun sekali lagi tetap harus dipahami bahwa kalau memang potongan tersebut masih memenuhi kriteria asli ya harus disebut sebagai asli, bukan “editing” apalagi dikatakan “rekayasa” (sebagaimana komentar-komentar sok pakar yang sekarang subur merebak di sosial media).

Kesimpulannya, selaku yang pernah mengajar mata kuliah “Editing Elektronik” di samping banyak vak lainnya di ISI (Institut Seni Indonesia) selama 10 tahun, 1984-2004, sebelum menjadi Anggota DPR dan karier lainnya, saya merasa perlu untuk meluruskan yang memang harus diluruskan dan mengkritik kalau jelas harus dikritik. Inilah termasuk definisi “Merdeka” sebagaimana kita memaknai 79 tahun usia Republik ini. Artinya jangan takut berkata benar kalau memang benar, Apalagi bisa mendeskripsikannya secara ilmiah seperti ini … MERDEKA.

Jakarta, 18 Agustus 2024