Sabtu, 27 April 24

Adakah Motif Politik di Balik Kasus Rocky Gerung?

Adakah Motif Politik di Balik Kasus Rocky Gerung?
* Rocky Gerung. (Foto Republika)

Jakarta, Obsessionnews.com – Pengamat politik Rocky Gerung diadukan atas dugaan penodaan agama. Rencananya  dia akan datang ke Polda Metro Jaya, Jumat (01/02/2019), untuk mengklarifikasi ucapannya soal penyebutan “kitab suci fiksi.”

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, proses penyelidikan masih panjang dan akan memanggil sejumlah saksi termasuk saksi ahli. Namun pangacara Rocky, Haris Azhar, menilai ucapan kitab suci adalah fiksi masih debatebel.

 

Baca juga:

Dedi Mulyadi Minta Hentikan Kriminalisasi Rocky Gerung

Hari Ini Polisi akan Periksa Rocky Gerung Soal ‘Kitab Suci Itu Fiksi’

Stop Menyoal ‘Nalar Fiksi’ Rocky Gerung

 

“Menyebut kitab suci itu fiksi artinya sesuatu yang akan terjadi, kondisi di masa datang, kitab suci itu kan menjanjikan surga, dan lainnya,” kata Haris menjelaskan, di Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Lebih lanjut Haris mengatakan, ucapan Rocky itu sulit dipahami karena apa yang dibicarakan masuk dalam ranah filsafat. Karena itu, ucapan Rocky dianggap tak layak dipidanakan. “Ada cara berpikir yang tidak dipahami bagi siapapun yang tidak setuju, jadi berdebatlah, jangan dipidanakan,” tambahnya.

Rocky dilaporkan oleh Jack Boyd Lapian, pendiri BTP (Basuki Tjahaja Purnama) Network dan Sekjen Cyber Indonesia, karena perkataannya di sebuah acara televisi pada 2018 lalu. Jack mengaku laporan yang dilayangkan itu telah melalui konsultasi dengan ahli bahasa dan pakar dari sudut pandang agama, termasuk pemuka agama.

“Sudah jelas kitab suci itu mengacu kepada Alquran, Injil, Taurat, dan lainnya yang sesuai dengan Pancasila,” kata Jack.

Fiksi menurut hasil konsultasi dengan ahli bahasa, adalah rekaan. “Jadi di sini yang dinistakan bukan hanya satu aliran agama saja,” tambahnya. Menurutnya, polisi juga sudah meminta keterangan dari pemuka agama dalam kasus ini, selama proses penyelidikan berlangsung.

Adakah Motif Politik?

Pelapor Rocky, Jack Lapian mengaku, sejak 2012 merupakan relawan Jokowi-Ahok sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta kala itu.

Tetapi, ia menegaskan tidak ada unsur politik dalam pelaporan yang ia lakukan. “Tidak ada pesanan, orderan, ditunggangi, atas laporan yang saya lakukan,” tegas Jack.

“Ini tidak untuk memukul lawan (politik) tidak sama sekali, serahkan semua ke penegak hukum, supaya kasusnya berproses,” kata Jack.

Sementara itu, pengacara Rocky, Haris mengatakan kliennya tak menyatakan bagian dari Prabowo.

“Dia (Rocky Gerung) kritik 01 (Joko Widodo) bukan sebagai campaigner yang dia kritik adalah penguasa. Bahwa penguasa itu maju lagi dalam perlombaan kekuasaan ini ya otomatis harus dikritisi,” jelas Haris.

“Dia dianggap kritisi 01 (Joko Widodo), dan 02 (Prabowo Subianto) kritisi kontestan lain, yakni 01, jadi mereka dianggap satu kubu,” kata Haris kepada BBC.

Menurutnya siapapun yang mengkritik kubu lain dianggap satu kubu, padahal bukan begitu kenyataannya. “Seolah-olah tidak boleh ada pihak ketiga, nalar itu tidak berpihak kepada satu kubu, dan Rocky Gerung tak menyatakan bagian dari Prabowo,” ujarnya.

Kontroversi Rocky Gerung

Rocky Gerung menyita perhatian publik karena komentar-komentar yang terlontar di media sosial bahkan ketika dirinya diundang sebagai narasumber dalam sebuah acara televisi.

“Saya tidak kenal beliau, hanya melihat perilaku beliau baik di televisi, maupun Youtube dan Twitter, dan (pernyataan Rocky) agak `aneh` karena kita kita Negara Pancasila. Kita beragam suku, agama, ras, dan antar golongan, kalau dibilang kitab suci kok fiksi ya jadi `konyol` cara berpikirnya,” kata Jack kepada BBC.

Sebaliknya, Haris menilai Rocky Gerung adalah seorang edukator. Menurut Haris, Rocky dianggap kontroversi, karena dia berani utarakan nalarnya.

“Dia ajak kita untuk mengolah fakta-fakta dengan cara berpikir yang ia tawarkan dengan nalar kritis, diksi menarik dan entertain ,” jelas Haris.

“Kebetulan kali ini kelasnya lebih besar, muncul di berbagai forum dengan teknologi yang bisa menyebar luaskan (perkataan Rocky Gerung),” papar Haris.

“Mempidanakan itu artinya menghakimi, padahal negara menjamin kebebasan berpendapat,” terang Haris.

Rocky Gerung pernah mengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, sebagai dosen tidak tetap. Rocky Gerung juga pendiri SETARA Institute, organisasi tentang kesetaraan dan keberagaman di Indonesia. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.