Jumat, 26 April 24

Orang Gila

Orang Gila

Oleh: Teuku Gandawan, Direktur Eksekutif Strategi Indonesia

 

Analisis yang menyatakan kasus orang gila adalah upaya menyudutkan pemerintah agar dianggap tak becus mengatasi masalah keamanan, benar-benar menggelikan. Karena memang faktanya dalam hal ini pemerintah tidak becus! Bukan anggapan. Bagaimana bisa dianggap becus kalau 21 kali kejadian penyerangan, bisa segera disimpulkan 15 kali kejadian adalah perbuatan orang gila waktu hitungan jam tanpa analisis mendalam. Padahal untuk menyimpulkan gila perlu kajian medis dan psikis.

Seolah ini kewajaran seperti melihat orang tak punya SIM melakukan pelanggaran lalu lintas. Lalu keluar pernyataan tidak punya SIM pantas kecelakaan. Padahal tidak punya SIM bukan argumen untuk menyatakan orang pasti tidak mahir. Dan punya SIM juga tidak bermakna pasti tidak akan mengalami kecelakaan. Ada upaya memaksakan situasi ini menjadi seolah-olah sesuatu yang logis, padahal tidak masuk akal.

Lalu ada pula pejabat keamanan yang bilang kasus ini lebih banyak hoaxnya daripada fakta kejadiannya. Mungkinkah maksud pejabat ini, menteri koordinator yang menyatakan ada 21 kasus itu termasuk menteri penyebar hoax? Makin dagelan suasana saat ini ketika para pejabat bicara. Bukannya semakin terkanalisasi isunya, tapi makin simpang siur karena penuh dengan saling beda pernyataan, data dan fakta.

Sodoran fakta dan data ini membuat kita jadi berpikir panjang tentang siapa sesungguhnya yang gila? Mana lebih gila, segera berujar ini orang gila dalam hitungan jam atau tidak melakukan upaya koordinatif luar biasa dengan semua muspida walau sudah berulang orang gila menyerang? Nyatanya inilah yang justru lebih gila. Melakukan pembiaran orang gila berbuat gila.

Ketika orang gila berkeliaran menyerang dan membunuh dalam jangka waktu dua bulan, tidak ada muncul sikap emergensi apapun. Seolah kita sudah terbiasa hidup bersama orang gila atau kegilaan. Bahkan pemimpin negara merespons hal ini datar-datar saja dengan mengatakan belum tahu detail kejadian. Sesuatu yang tidak layak. Rakyat resah, pemuka agama resah, pemimpin belum tahu banyak. Sesibuk-sibuknya pemimpin, dia harus punya sensitivitas atas isu publik aktual.

Kaidah normal seperti yang dikatakan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, bahwa orang gila tidak bisa diarahkan, bisa benar bisa tidak. Tergantung kadar kegilaannya. Ada orang gila yang total hidup di alamnya sendiri sehingga tak mungkin untuk direkayasa. Pasti bukan orang gila seperti ini yang bisa dijadikan operator lapangan untuk melaksanakan kepentingan. Ini tentu yang dimaksud oleh Ibu Menteri.

Tapi ada pula orang yang kegilaannya masih bercampur dengan kesadaran. Sehingga alur pikirnya bisa diarahkan kepada kepentingan tertentu, yang tentu saja dengan kecerdasan tertentu pula mengarahkannya. Ini yang disampaikan pakar intelejen Suripto. Inilah contoh operator yang kerap digunakan. Sama seperti kasus pelaku terorisme yang lebih banyak pelakunya adalah korban cuci otak dari para dalang sesungguhnya. Dan pihak dalang ini tentu punya dana dan motif yang sangat kuat untuk melakukan itu.

Pemerintah dan aparat yang normal menjalankan perannya tentu tidak akan membiarkan rakyat hidup dalam kegelisahan karena orang gila. Entah untuk apa negara ini punya aparat kepolisian, aparat TNI dan berbagai lembaga intelijen kalau sehari-hari setiap penduduknya bergerak dalam was-was akan diserang orang gila secara tiba-tiba. Apalagi kalau anda pemuka agama, maka anda semakin takut keluar rumah dan berdakwah, karena anda ada dalam daftar target orang gila.

Keanehan lainnya adalah sama seperti lucunya para teroris yang mati meninggalkan buku-buku jihad dan aneka identitas agar aparat terarah menganalisis, hal yang sama terjadi pada orang-orang gila ini. Identitasnya sangat jelas. Mungkin besok-besok semua operator lapangan ini akan menato di dadanya identitasnya, biar aparat gampang menyimpulkan dalam hitungan jam.

Rakyat mungkin tidak terlalu cerdas menganalisis siapa sedang bermain apa. Tapi rakyat juga tidak bodoh-bodoh amat untuk memahami bahwa ini juga tidak masuk akal. Karenanya, jika kasus ini segera selesai dan berlalu begitu saja, maka kita bisa segera paham siapa sesungguhnya dalang dan apa motifnya. Sama seperti joke tentang Mukidi yang tiba-tiba trending tak menentu, lalu segera lenyap tanpa kelucuan sama sekali.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.