Sabtu, 4 Mei 24

Unsoed Bantu KPK Antisipasi Kemubaziran Rupiah

Dalam Pencapaian Swasembada Jagung dan Kedelai

Purwokerto – Rencana pemerintah menggelontorkan trilyunan rupiah untuk mengejar swasembada kedelai dan jagung tahun 2018 menjadi perhatian Litbang Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dana APBNP yang besar ini diharapkan benar-benar dapat teralokasi secara tepat sehingga tidak menjadi kemubadziran rupiah. Kebijakan pemerintah dalam upaya mencapai swasemba jagung dan kedelai ini perlu dikaji apakah realistis dan tidak hanya menghabiskan anggaran negara. KPK tidak hanya bertugas dalam penindakan korupsi, tetapi juga mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan maupun kebijakan yang tidak berkeadilan.

Bertempat di Ruang Rapat Fakultas Pertanian (Faperta) UNSOED, Rabu 26 Juli 2017 Litbang KPK menyimak paparan dua narasumber utama Fakultas Pertanian UNSOED, yaitu Dr. Ir. Anisur Rosyad, M.S dan Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D. mengenai pencapaian swasembada dua komoditas strategis, yaitu jagung dan kedelai. Dr. Anisur Rosyad menyampaikan paparan mengenai penanganan tata niaga jagung untuk mendukung tercapainya swasembada. Peran pedagang pengumpul dan pedagang besar dalam rantai tata niaga jagung menjadi sorotan tim Litbang KPK.

Peran pemerintah cenderung rendah dalam hal ini, termasuk akses data volume produksi dari kedua mata rantai utama pemasaran jagung tersebut. Data ini ditengarai dapat menjadi pendekatan yang lebih akurat mengenai ketersediaan jagung di Indonesia. Diuraikan pula penyebab usaha tani jagung di tingkat petani yang cenderung tidak menguntungkan, lebih disebabkan oleh penguasaan lahan yang sempit.

KPK dan Faperta Unsoed

Mendukung pernyataan Dr. Anisur Rosyad terkait dengan penguasaan lahan, Ir. Akhmad Saefudin, alumni Faperta Unsoed yang merupakan praktisi produksi dan perniagaan jagung menyampaikan bahwa petani tidak akan pernah memperoleh pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak jika hanya menguasai lahan 0,03Ha. Luasan yang dibutuhkan minimal 2Ha agar petani jagung memperoleh pendapatan yang layak untuk menghidupi keluarga. Komponen biaya terbesar dalam produksi jagung adalah tenaga kerja dan pupuk. Selama ini pemerintah belum memberlakukan subsidi pupuk bagi petani jagung sebagaimana yang diberikan kepada petani padi sawah.

Beberapa hal yang menjadi topik hangat dalam diskusi ini diantaranya uraian dan optimisme Prof. Totok Agung bahwa swasembada kedelai masih dapat tercapai dengan potensi yang dimiliki Indonesia. Perlu roadmap yang jelas untuk mencapainya, khususnya terkait penyediaan benih dan data pemetaan lahan yang bersifat exist condition untuk mengoptimalkan implementasi teknologi terintegrasi dalam peningkatan IP dan produktivitas lahan. Kerjasama lintas sektor dengan sinergi ABCG, menjadi kunci agar strategi pencapaian swasembada yang berkelanjutan dapat terlaksana secara optimal.

Terkait importasi kedelai yang berdampak terhadap tataniaga kedelai di tanah air, Prof Totok menyampaikan perlunya peninjauan kembali rumusan substantif swasembada yang hendak dicapai oleh pemerintah. Beberapa negara seperti Malaysia menempatkan 80% produksi dalam negeri untuk menyebut swasembada beras di negaranya. Swasembada tidak selalu harus terpenuhi 100% dari produksi dalam negeri, akan tetapi lebih diukur dari rendahnya tingkat ketergantungan Indonesia terhadap negara lain. Hal tersebut juga untuk memberikan ruang bagi negara lain dalam tataniaga dunia dan untuk menjaga hubungan internasional.

KPK dan Faperta Unsoed

Faktor penguasaan lahan yang sempit juga menjadi penyebab tidak imbangnya biaya produksi dengan produksi sehingga petani kedelai sulit untung. Menyiasati sempitnya penguasaan lahan petani ini, dapat dilakukan dengan teknologi pertanian terintegrasi untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) agar petani meningkat pendapatannya. Jika dapat dilaksanakan land reform/reformasi agraria, ditengarai akan mengatasi keterbatasan lahan akibat pengalihan fungsi.

Perlu dihidupkannya kembali JABALSIM (Jaringan Benih Antar Lapang Antar Musim) untuk benih kedelai juga menjadi isu hangat diskusi, mengingat kunci keberhasilan swasembada kedelai terletak pada ketersediaan benih bermutu. Sinergisme berbagai pihak, ABCG (academic, bussiness, community, government) dan koordinasi lintas sektor perlu ditingkatkan. Antar sektor/kementerian atau sub-sektor dalam satu kementerian, kebijakan masih bersifat parsial/sektoral, sehingga perlu dikoordinasikan agar lebih terarah dan terpadu, saling melengkapi dan tidak overlapping.

Litbang KPK yan terdiri dari Erlangga Dwi Saputra, Faisal, Rahma, dan Dilla berterima kasih dan sangat mengapresiasi optimisme dan mendasarnya kajian terhadap pencapaian swasembada kedelai dan jagung yang dinilai belum seberhasil komoditas strategis lainnya yaitu padi melalui paket UPSUS PAJALE yang diperoleh selama diskusi. Hasil Focuss Group Discussion ini akan menjadi dasar masukan kepada pemerintah untuk menentukan kebijakan, sehingga kemubadziran rupiah dan celah penyalahgunaan anggaran dapat terantisipasi. Faperta UNSOED berkomitmen untuk mendukung penuh pencapaian swasembada pangan yang berkelanjutan dan berkeadilan. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.