Selasa, 7 Mei 24

Tolak Regulasi Kepelabuhanan, FSPPPI Surati Presiden

Tolak Regulasi Kepelabuhanan, FSPPPI Surati Presiden

Surabaya, Obsessionnews – Federasi Serikat Pekerja Pelabuhan dan Pengerukan Indonesia (FSPPPI) melakukan segala cara untuk menolak pemberlakuan regulasi sektor kepelabuhanan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan. FSPPPI memutuskan berkirim surat ke Presiden Joko Widodo, Rabu (3/6/2015).

Dalam surat No. 21/MDN/FSPPPI/VI/15,  mendesak kepala negara untuk tetap mengakui eksistensi badan usaha milik negara (BUMN) PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero). Bahwa, peraturan menteri perhubungan telah menimbulkan dampak bagi BUMN kepelabuhanan, khususnya berdampak pada keberadaan pekerja.

Beberapa peraturan menteri perhubungan sebagai pelaksana dari Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP No.61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.  FSPPPI menilai pasal 344 ayat (3) UU No.17 Tahun 2008 dan pasal 165 ayat (3) PP PP No.61 Tahun 2009 yang telah memberikan diskresi dan kepastian hukum eksistensi Pelindo untuk tetap melaksanakan kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhanan.

“Selain itu, tidak mendorong keberadaan BUMN yang dijamin oleh konstitusi khususnya pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945 yang diturunkan dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN untuk berkembang lebih baik dalam memajukan perekonomian dan percepatan pembangunan infrastruktur di bidang kepelabuhanan,” demikian salah isi dalam surat tersebut.

FSPPPI juga berpandangan perlunya pengaturan tersendiri terhadap PT Pelindo I,II, III, dan IV sebagai BUMN Kepelabuhanan dengan memisahkan kedudukan, peran, fungsi, hak dan kewajiban dengan badan usaha pelabuhan (BUP) swasta lainnya mengingat BUMN Kepelabuhanan memiliki kedudukan, peran, fungsi, hak dan kewajiban yang berbeda.

Bahkan, regulasi sektor kepelabuhanan terbitan Kementerian Perhubungan dianggap mengancam keberadaan asset yang dikelola oleh BUMN melalui pengalihan kepada Otoritas Pelabuhan yang berdampak terlikuidasi secara otomatis apabila tidak memiliki asset.

Juga menimbulkan tambahan beban biaya bagi BUMN Kepelabuhanan antara lain biaya konsesi dan PNPB yang berdampak pada meningkatnya biaya logisktik sehingga tidak sejalan dengan program pemerintah untuk menurunkan biaya logistik.

Menyikapi hal itu, Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak, Wahyu Widayat menegaskan BUMN Kepelabuhanan sebagai pengelola pelabuhanan wajib melaksanakan undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya pasal 110 ayat 2 yang menyebutkan tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh BUP ditetapkan oleh BUP berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan pendapatan BUP.

“Itu kan diundangkan oleh Menkumham, kalau memang melawan urusannya dengan undang-undang. Pungutan diluar itu justru membengkanya biaya logsitik,” tandasnya. (GA Semeru)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.