Jumat, 26 April 24

Serunya Berebut Rengginang di Grebeg Besar Surakarta

Serunya Berebut Rengginang di Grebeg Besar Surakarta
* Prajurit "Tamtama" Keraton - sebutan warga lokal bagi pasukan kerajaan - berjalan sejauh 1 kilometer dari Keraton Surakarta menuju Masjid Agung dan kembali lagi ke keraton.

Puluhan ‘Semut Ireng’ menyemuti pelataran Masjid Agung Surakarta, sambil bersusah payah menggotong ‘Gunungan’ jajan setinggi orang dewasa itu. Di depannya, prajurit Wirobrojo atau Lombok Abang – karena pakaiannya khas berwarna merah, bertopi Kudhup Turi seperti lombok – bersiap siaga mengawal mereka bersenjatakan keris dan tombak. Terik matahari menyengat, tak menyurutkan minat ratusan warga, baik tua-muda bahkan turis mancanegara, untuk datang menyaksikan. Hingga akhirnya, tumpeng raksasa itu di ‘grebeg’ oleh penduduk kesultanan sampai habis tak tersisa.

 

Solo, Obsessionnews – Begitulah kira-kira rangkaian puncak prosesi adat, bentuk sedekah Keraton Surakarta kepada masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan Grebeg Besar. Kata Grebek memiliki filosofi riuh, ribut dan ramai. Bagaimana tidak, ratusan orang tumpah ruah berebut jajanan rengginang, simbol kemakmuran, yang ditusuk bambu dan ditancapkan pada gunungan.
Budayawan Keraton Surakarta, KPA Winarno Kusumo menerangkan, gunungan menyimbolkan rasa syukur keraton atas kemenangan iman Nabi Ibrahim sekaligus kepedulian terhadap sesama manusia. Terdapat dua buah gunungan yakni gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan).

“Nabi Ibrahim pernah diuji imannya karena harus menyembelih Ismail. Namun Allah SWT lebih bijaksa dan mengganti Ismail dengan domba. Setelah (gunungan) didoakan, masyarakat berebut gunungan. Ini yang menjadi wujud berbagi sesama manusia,” terang dia, Kamis (24/9/2015).

Arak-arakan bermula dari Keraton Kasultanan Surakarta menuju Mesjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat. Gunungan sebelumnya didoakan oleh ulama dan tokoh masyarakat. Begitu selesai, gunungan jaler langsung diperebutkan oleh warga. Keramaian serupa terjadi saat gunungan estri diarak kembali ke keraton. Tak jarang beberapa orang sampai rela mengais-ngais sisa gunungan di tanah.

Prajurit "Tamtama" Keraton - sebutan warga lokal bagi pasukan kerajaan - berjalan sejauh 1 kilometer dari Keraton Surakarta menuju Masjid Agung dan kembali lagi ke keraton.
Prajurit “Tamtama” Keraton – sebutan warga lokal bagi pasukan kerajaan – berjalan sejauh 1 kilometer dari Keraton Surakarta menuju Masjid Agung dan kembali lagi ke keraton.

Seperti dikatakan Sularno (57) warga Semanggi, Kecamatan Pasarkliwon yang mendapat bambu untuk menancapkan aneka sayuran pada gunungan. Ia mengaku inigin mencari berkah dari kegiatan sakral tahunan itu.

“Isi gunungan sudah habis waktu doa selesai dibaca. Saya cuma ikut ikutan saja. Bambu yang saya dapat nanti disimpan di rumah. Semoga Berkah,” tutur dia polos.
Alasan serupa juga diungkapkan Wartinah (60) warga Kentingan, Kecamatan Jebres, Solo. Wartinah berhasil mengambil sejumlah cabai merah dan kacang pajang. Ia berujar akan memasak sayuran tersebut untuk kemudian dimakan.

“Dulu orang tua bilang kalau dapat isi gunungan upacara keraton, nanti dapat berkah,” ungkapnya.

Sebanyak 120 prajurit mendampingi kirab gunungan hingga acara selesai. Mereka terdiri dari prajurit bergodo musik, bergodo jayeng astra, dan bergodong penyutra. Banyak turis maupun warga lokal yang berfoto bersama prajurit.

Keraton Surakarta menggelar acara grebek 3 kali dalam setahun, yakni grebeg besar, grebeg maulud dan grebeg syawalan. Grebeg besar tahun ini bertepatan dengan tanggal 10 besar penanggalan jawa. Sebelum grebeg besar, biasanya keraton juga menggelar jamasan (menyucikan) meriam Nyai Sentomi dan Songsong Brawijaya. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.