Songsong Indonesia Bangkit, Presidium Konstitusi Ajak Presiden Perkuat Pancasila dan Konstitusi

Obsessionnews.com –Upaya penguatan kembali sistem bernegara Indonesia ke arah yang sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa terus bergulir. Presidium Konstitusi, organ perjuangan yang dipimpin oleh Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal (Purn) Try Sutrisno, menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto agar momentum Indonesia Bangkit dijalankan dengan melakukan koreksi total terhadap sistem politik liberal yang lahir dari Amandemen UUD 1945 pada periode 1999–2002.
Seruan ini bukan hal baru. Presidium Konstitusi sebelumnya telah mendeklarasikan Maklumat Presidium Konstitusi pada 10 November 2023 di Gedung MPR/DPR RI, Senayan. Maklumat tersebut berisi ajakan kepada seluruh elemen bangsa, terutama MPR RI, untuk mengkaji ulang konstitusi dengan cara kembali kepada UUD 1945 naskah asli, kemudian menyempurnakannya melalui mekanisme addendum. Prinsipnya, bukan mengubah struktur dan rancang bangun dasar yang diwariskan para pendiri bangsa, melainkan memperkuatnya agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Ketua DPD RI ke-5 sekaligus penggagas Presidium Konstitusi, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan langkah ini saat bersilaturahmi ke kediaman Try Sutrisno pada Selasa, (2/9/2025). Dalam kesempatan itu, ia bersama Sekretaris Jenderal Presidium Konstitusi, Dr. Ichsanuddin Noorsy, menyampaikan naskah akademik serta poin-poin penting penyempurnaan UUD 1945. Menurut LaNyalla, salah satu fokus utama adalah mengembalikan peran MPR sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat secara utuh, dengan menempatkan semua unsur bangsa di dalamnya, baik melalui DPR hasil pemilu, utusan daerah, maupun utusan golongan.
“Di banyak negara, model demokrasi memungkinkan hadirnya wakil rakyat non-partai yang dipilih langsung. Hal ini sejalan dengan gagasan public meaningful participation agar pembentukan undang-undang tidak semata dikuasai oleh oligarki politik,”ujar LaNyalla. Ia mencontohkan bahwa skema serupa telah diberlakukan di 12 negara Uni Eropa serta Afrika Selatan.

Dalam konsep yang ditawarkan, MPR RI nantinya kembali memiliki kewenangan menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mengikat semua lembaga negara, termasuk Presiden. Evaluasi tahunan pun dilakukan, bukan hanya terhadap eksekutif, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti Mahkamah Agung, BPK, hingga Dewan Pertimbangan Agung. Dengan begitu, GBHN benar-benar menjadi kontrak sosial yang mengarahkan perjalanan bangsa, bukan sekadar dokumen simbolis.
LaNyalla mengapresiasi pernyataan Presiden Prabowo yang berulang kali menegaskan komitmennya untuk membangun ekonomi berlandaskan Pancasila, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Namun, ia menekankan perlunya keberanian politik untuk juga mengembalikan sistem politik ke arah Pancasila. “Kalau hanya setengah-setengah, tetap akan terjadi paradoks. Bangsa ini butuh sistem yang konsisten dengan jati dirinya, bukan sistem liberal yang melahirkan praktik politik transaksional dan jauh dari semangat gotong royong,”tambahnya.
Menurut LaNyalla, upaya ini bukan sekadar nostalgia terhadap naskah asli UUD 1945, tetapi sebuah kebutuhan untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih berdaulat. Ia mengingatkan bahwa bangsa yang tercerabut dari akar sejarah dan budayanya akan menjadi bangsa yang rapuh. Karena itu, generasi muda harus dididik kembali dengan nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme, dan kesadaran sejarah agar Indonesia tidak kehilangan arah di tengah arus globalisasi.
Silaturahmi di kediaman Try Sutrisno itu juga dihadiri sejumlah pengurus Presidium Konstitusi lainnya, seperti Dr. Andi Mulyadi, dosen ilmu politik UI yang menjadi salah satu tim perumus, serta Irjen Pol (Purn) Mohammad Arief. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa gagasan penguatan konstitusi ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan, baik akademisi, praktisi hukum, maupun tokoh masyarakat.
Presidium Konstitusi meyakini, dengan pengembalian sistem bernegara sesuai rumusan asli para pendiri bangsa yang disempurnakan melalui addendum, Indonesia dapat benar-benar bangkit. Bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga dalam hal kedaulatan politik, sosial, dan budaya. “Ini momentum bagi Presiden untuk mencatatkan legacy besar: mengembalikan jati diri bangsa dan menuntun Indonesia pada jalan yang benar sesuai Pancasila,”pungkas LaNyalla. (Ali)





























