Pemecatan Ubedillah Badrun, Kabar Buruk Kebebasan Sipil Era Prabowo

Obsessionnews.com - Pemecatan Ubedilah Badrun dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menandakan kondisi demokrasi dan kebebasan sipil era Presiden Prabowo Subianto tidak lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Bahkan, Prabowo dianggap tidak memiliki visi terhadap pemenuhan HAM ditandai dari 100 hari kerja pemerintahan.
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menyebutkan skor indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat pada era Presiden Jokowi sebesar 1,1 atau turun 0,2 poin dari Indeks HAM 2023 yang dirilis Setara pada skala 1-7. Sedangkan Economist Intelligence Unit (EIU) yang merilis Indeks Demokrasi negara-negara di dunia, menempatkan Indonesia pada peringkat 56 dengan skor 6,53 2023 turun dua tingkat dari 2022.
Baca Juga:
Pemecatan Ubedilah Badrun Bentuk Pembungkaman Pasif
"Kondisi demokrasi dan kebebasan sipil tidak akan berubah di Era Prabowo Subianto," kata Hendardi, menyikapi kabar pemecatan Ubed dari UNJ, di Jakarta, Senin (3/2).
Menurutnya, sulit bagi Prabowo memperbaiki konstitusi karena dalam meraih kekuasaan harus mengakali Mahkamah Konstitusi (MK). "Prabowo Subianto juga tidak memiliki imajinasi pemajuan demokrasi dan hak asasi manusia, sebagaimana tergambar pada 100 hari kepemimpinannya," katanya.
"Tidak ada peta demokrasi yang dirancang, tidak ada agenda HAM disusun dan tidak ada tanda supremasi hukum akan digdaya. Alih-alih memperkuat supremasi sipil, Prabowo Subianto justru mendorong supremasi militer dengan melibatkan sebanyak dan seluas-luasnya purnawirawan, pejabat dan anggota TNI aktif dalam urusan-urusan sipil," sambungnya.
Baca Juga:
Eksponen 98 Tuntut Jokowi Diadili
Hendardi menilai, pemecatan terhadap Ubed merupakan bentuk pembungkaman pasif. UNJ mencopot Ubed sebagai Ketua Departemen Sosiologi patut diduga karena aktivisme yang bersangkutan menyasar kasus dugaan korupsi dan nepotisme keluarga Jokowi.
"Sekalipun secara normatif rektor memiliki kewenangan, tetapi tidak ada alasan kuat yang bisa diterima, karena selama menjabat Ubaid justru berkinerja baik dan mebubuhkan sejumlah prestasi bagi program studi yang dipimpinnya," tuturnya.
"Rektor UNJ bisa jadi tidak tahu bahwa Jokowi bukan lagi sebagai Presiden RI, sehingga aktivisme Ubaid yang kritis terhadap keluarga Jokowi, mesti dibungkam. Rektor UNJ masih merasa perlu melayani Jokowi dan keluarganya," kata Hendardi.
Dikatakan, kasus yang dialami Ubed menandakan kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat terhadap aktivis masih berlanjut. Termasuk kepada mereka yang aktif dalam kampus.
Pembungkaman pasif, kata Hendardi, dilakukan dengan cara menghambat laju karier, misalnya mencopot dari jabatan atau digagalkan menjadi guru besar. Cara-cara seperti ini boleh jadi dilakukan karena iming-iming konsesi tambang untuk kampus.
"Pembungkaman pasif terbaru bagi kalangan kampus adalah iming-iming konsesi tambang, melalui agenda revisi superkilat UU Minerba yang sedang berlangsung," tuturnya. (Erwin)





























