Mafia Peradilan Sistemik dan Mengakar, "Kasih Uang Habis Perkara"Masih Berlaku

Mafia Peradilan Sistemik dan Mengakar, "Kasih Uang Habis Perkara"Masih Berlaku
Mafia peradilan di Indonesia masih eksis. Anekdot kasih uang habis perkara masih berlaku. (Ilustrasi/Freepik)



Obsessionnews.com - Praktik mafia peradilan di Indonesia sudah kadung sistemik dan mengakar. Untuk memberantasnya butuh komitmen serius dari para pemangku kepentingan. Sebab, pameo "kasih uang habis perkara" masih berlaku. Pengungkapan kasus korupsi vonis bebas Ronald Tannur menjadi buktinya.

Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar menyebutkan, penangkapan mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono menunjukkan praktik mafia peradilan sudah sistemik dan menjangkiti seluruh sub sistem peradilan kita. Singkatnya, peradilan bisa disebut tak lagi steril dari upaya-upaya mempermainkan hukum.

Baca Juga:
Sekali Lagi Mafia Peradilan

"Coba lihat saja sistem jatah pembagian uang suap dari ketua pengadilan, para hakim, bahkan beberapa panitera mendapat bagian. Jadi sinikalisme lama tentang 'kasih uang habis perkara' itu memang benar-benar sesuatu yang nyata," kata Fickar, di Jakarta, Kamis (16/1).

"Ini harus menjadi perhatian para petinggi MA dan terutama mandulnya para pengawas baik Bawas maupun KY," keluhnya.

Baca Juga:
Kejagung Tangkap Ketua PN Surabaya, KY Bilang Begini...

Rudi ditangkap penyidik Kejagung karena diduga menerima suap untuk menentukan komposisi majelis yang mengadili perkara Ronald Tannur. Dia menjadi hakim keempat yang menjadi tersangka korupsi menyusul majelis Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo yang bergilir sudah menyandang status terdakwa.

Penyidik turut mengamankan uang dalam pecahan dolar AS, dolar Singapura yang mencapai Rp21 miliar dari dua rumah milik Rudi di Jakarta dan Palembang. Sedangkan dalam kasus Ronald Tannur, Rudi diduga menerima suap sebesar USD 43.000 atau Rp514 juta.

Baca Juga:
Uang Rp920 Miliar yang Dimiliki Zarof Ricar, Benarkah untuk Hakim?

Fickar mengatakan, mafia peradilan dalam kasus Ronald Tannur sudah bisa dibaca dari terciduknya mantan pejabat MA Zarof Ricar. Penyidik mengamnkan uang Rp1 triliun dari kediaman yang bersangkutan.

Menurut Fickar, uang-uang tersebut patut diduga titipan dari para hakim yang belum pensiun. Dengan mendalami perkara Zarof Ricar, Kejagung bisa membuka kotak pandora untuk memberantas mafia peradilan di Indonesia.

"Sejak awal saya sinyalir bahwa uang tersangka Zarof Ricar yang Rp1 triliun kemungkinan titipan para hakim yang belum pensiun dan belum diambil, sebagai upaya menghindari kehawatiran terlacak oleh sistem resmi melalui LHKPN. Dengan mengorek dan membuka pengakuan Zarof, saya kira akan terbuka mafia peradilan yang sebesar-besarnya yang mengakibatkan banyak pihak termasuk para pemimpin instansi penegak hukum itu menyembunyikan uangnya," kata Fickar. (Erwin)