Demokrasi Mahal Bukan Alasan Mengganti Sistem Pilkada Langsung

Obsessionnews.com - Mahalnya ongkos pilkada sepatutnya bukan menjadi alasan yang digunakan untuk melemparkan wacana mengubah sistem. Terlebih para kandidat calon kepala daerah turut melaporkan dana kampanye ke KPUD yang menandakan kemampuan tim dari masing-masing kontestan.
Pengamat politik Ray Rangkuti menyebutkan, kalau menilik laporan kampanye ke KPUD dapat disimpulkan tidak ada sinyal kuat tingginya ongkos pilkada. Artinya, wacana mengubah sistem pilkada karena tingginya biaya telah gugur dengan sendirinya.
Baca Juga:
Kalah Pilkada, Kenapa Bahlil Menyalahkan Sistem?
"Tetapi, bila kenyataannya di lapangan banyak dana yang dikeluarkan, jelas hal itu tidak dibenarkan. Dalam bahasa lain, ada dana kampanye yang tidak dilaporkan. Tentu saja, hal ini dapat menjadi pelanggaran pilkada. Maka masalahnya bukan lagi biaya mahal tapi laporan tidak jujur tentang dana kampanye," kata Ray, di Jakarta, Minggu (15/12).
Menurutnya, tingginya ongkos pilkada juga bisa disebabkan strategi borong partai. Kalau begitu, maka tingginya ongkos pilkada bukan karena sistem tetapi strategi politik yang keliru.
"Biaya mahal karena paslon beli suara dan perahu. Artinya masalahnya bukan pada sistem tapi pada perilaku. Paslon dikejar kemenangan bukan keinginan kompetisi yang jurdil. Dengan target harus menang itu maka proses jurdil diabaikan," ungkapnya.
Baca Juga:
Sulitnya Memberantas Kejahatan Pilkada
"Suara dibeli, perahu dibayar, penyelenggara disuap. Dalam hal ini, masalahnya bukanlah pada biaya mahal tapi pada tata kelola dan moralitas partai dalam mengusung paslon," sambung Ray Rangkuti.
Dirinya mengingatkan bahwa pilkada langsung sejatinya menjadi amanah para pendiri bangsa. Dia mengutip Pasal 23 UU No 1/1957 untuk menguatkan argumentasi. Beleid tersebut menekankan bahwa kepala daerah haruslah sosok yang dekatĀ dan dikenal oleh masyarakat. Artinya kepala daerah haruslah seseorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat.
Baca Juga:
Kalah di Pilkada Banten dan Jakarta, Mengapa Golkar Diam?
"Berhubung dengan itu, maka jalan satu-satunya untuk memenuhi maksud tersebut ialah bahwa kepala daerah itu haruslah dipilih langsung oleh rakyat dari daerah yang bersangkutan. Maka dan oleh karena itu, sudah seharusnya kita memberlakukan pilkada ini sebagai amanah dari para pendiri bangsa," tuturnya.
Dirinya mencurigai wacana mengubah sistem pilkada, sekalipun bukan isu baru, sengaja disuarakan oleh partai yang kalah pilkada. "Jangan karena 'ngambekan' kalah dalam pilkada lalu minta pilkada langsungnya diganti. Ya, masak begitu," selorohnya. (Erwin)