Usut Partai Cokelat, MKD Jaga Kehormatan DPR Apa Polri?

Obsessionnews.com - Kinerja MKD DPR memeriksa etik Yulius Setiarto terkait eksistensi Partai Cokelat (Parcok) menuai pertanyaan. MKD terkesan memaksakan menindaklanjuti laporan etik masyarakat kepada Yulius bukan memastikan Komisi III DPR melakukan pengawasan optimal terhadap mitra kerja yakni Polri atau Komisi II terkait pelaksanaan Pilkada 2024.
Peneliti Formappi Lucius Karus menangkap nuansa tersebut melihat materi aduan yang sedang diproses MKD. Dia menganggap materi laporan tidak menyangkut DPR secara lembaga, tetapi institusi lain.
Baca Juga:
Sentil Partai Cokelat, Kader PDIP Tidak Asbun
"Nuansa pemaksaan itu terlihat ketika pernyataan yang dijadikan materi aduan ke MKD itu sesuatu yang tidak terkait dengan DPR. Partai Cokelat atau Parcok yang disebut anggota itu kan menunjuk institusi lain, bukan DPR," kata Lucius kepada Obsessionnews di Jakarta, Senin (2/12).
"Bahwa yang mengatakannya adalah anggota DPR, dan apalagi anggota Komisi III ya masuk akal saja kan. Parcok itu nampak ingin menunjuk institusi kepolisian yang merupakan mitra Komisi III," lanjutnya.
Baca Juga:
Eksistensi Partai Cokelat Kenapa Ditepis DPR?
Dirinya mengapresiasi kesigapan MKD memproses laporan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran etik anggota DPR, untuk menjaga marwah lembaga. Namun untuk urusan Parcok, MKD seperti kegenitan. Malahan terkesan seperti perpanjangan tangan Polri.
"Kasusnya sendiri terkait pernyataan anggota soal dugaan keterlibatan Parcok dalam perhelatan pilkada," ujarnya.
Lucius menilai pernyataan Yulius yang menjadi materi pelaporan terkait dengan kapasitas anggota Komisi III DPR mengawasi Polri selaku mitra kerja. "Bukankah seperti itu memang kerja fungsi pengawasan DPR? Bukankah Komisi sebagai mitra kerja lembaga pemerintah memang kerap menyampaikan kritik terhadap mitra kerja masing-masing?" tuturnya.
"Jadi kebingungannya di situ sekali nuansa kasus ini terlihat dipaksakan. Bagaimana bisa pernyataan anggota terhadap mitra kerjanya justru dianggap sebagai pelanggaran etik?" tambah Lucius.
Dia mengingatkan bahwa MKD dibentuk untuk menjaga kehormatan DPR, bukan institusi lain. Kalau MKD memberi kinerja seperti ini, maka wajar kalau publik memandang miring MKD karena seperti menjadi alat politik dalam lembaga politik untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Kita berharap MKD bisa bekerja secara independen, bukan jadi agen kepentingan politik partai, fraksi, apalagi agen pemerintah atau agen Parcok. MKD itu dibentuk untuk menjaga marwah DPR, bukan marwah lembaga lain. Jangan sampai MKD jadi alat politik, sesuatu yang justru akan membuat kehormatan lembaga parlemen jadi tercoreng," kata Lucius. (Erwin)