Pihak Rumah Sakit Dapat Dipidana Atas Tindakan Diskriminasi SARA

Pihak Rumah Sakit Dapat Dipidana Atas Tindakan Diskriminasi SARA
* Dr. dr. Diani Kartini, SpB., Subsp.Onk (K). (Foto: Instagram@diani_kartini)

Oleh: Chandra Purna Irawan SH MH, Ketua LBH Pelita Umat

Beredar informasi di media terkait adanya dugaan pelarangan penggunaan jilbab di RS Medistra Jakarta Selatan diduga membatasi pegawainya untuk berhijab. Hal itu terungkap dari salah satu surat yang ditulis seorang dokter bernama Diani Kartini kepada manajemen RS Medistra yang viral di medsos pada Kamis (29/8).

Apabila informasi tersebut benar, LBH Pelita Umat bersedia membantu dokter tersebut untuk menempuh upaya hukum.

LBH Pelita Umat juga sangat mengecam dan mendorong agar aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan atas hal tersebut, karena pelarangan yang termaktub dalam syarat dan/atau terdapat perintah membuka hijab adalah pelanggaran hukum yaitu berupa tindak pidana diskriminasi SARA.

Tindakan yang diduga dilakukan oleh oknum rumah sakit tersebut telah memenuhi empat unsur tindak pidana diskriminasi SARA, yaitu tindakan “pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.”

Pertama, yang dimaksud dengan “pembedaan” misalnya, pimpinan suatu perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap pegawainya berdasarkan pada suku tertentu.

Kedua, yang dimaksud dengan “pengecualian”, misalnya, pengecualian seseorang dari agama, ras atau etnis tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu.

Ketiga, yang dimaksud dengan “pembatasan”, misalnya, pembatasan seseorang dari agama, ras atau etnis tertentu untuk memasuki atau untuk menduduki suatu jabatan hanya seseorang dari ras atau etnis tertentu.

Keempat, yang dimaksud dengan “pemilihan”, misalnya, pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan pada agama, ras atau etnis tertentu.

Bahwa perlu diketahui UUD 1945 memberikan jaminan, perlindungan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan agamanya Pasal 28E ayat (1) Jo Pasal 29 ayat (1) dan (2). Berdasarkan prinsip Non-Derogability yaitu negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun.

Berdasarkan Pasal 4 UU 39/199 Tentang HAM 4 Hak Beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun, termasuk untuk mengenakan jilbab sebagai syarat.

Mengenakan hijab sepenuhnya merupakan hak asasi dan tidak bisa dilarang termasuk oleh siapapun. Dengan demikian peraturan pelarangan penggunaan hijab adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan secara hukum baik hukum Internasional maupun hukum nasional. (Red)