Ketidakhadiran Presiden Jokowi sebagai Saksi Meringankan Bantah Klaim SYL di Sidang Korupsi

Obsessionnews.com – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyatakan, ketidakhadiran Presiden Joko Widodo sebagai saksi meringankan dalam persidangan Menteri Pertanian periode 2019-2023, Syahrul Yasin Limpo (SYL), membantah pernyataan yang sebelumnya disampaikan oleh SYL. Dalam sidang yang digelar Senin ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, SYL sebelumnya mengklaim beberapa perjalanan dinas ke luar negeri dengan biaya fantastis merupakan instruksi Presiden untuk kepentingan rakyat selama pandemi Covid-19. Baca juga: Cari Saksi Meringankan, SYL Bertepuk Sebelah Tangan "Pernyataan ini otomatis terbantahkan, apalagi Staf Khusus Presiden juga sudah bilang tidak relevan apabila Jokowi menjadi saksi meringankan SYL. Jadi, yang dilakukan itu bukan seizin pimpinan SYL," ujar Meyer saat ditemui di Pengadilan Tipikor, dikutip dari Antara, Senin (10/6/2024). Selain Presiden, ketidakhadiran Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, serta wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla turut memperkuat bantahan tersebut. Meskipun surat permohonan telah dikirimkan oleh Tim Penasihat Hukum SYL, ketiganya tidak hadir dalam sidang sebagai saksi meringankan. Ditemui secara terpisah, penasihat hukum SYL, Yasser Wahab, mengakui surat permohonan telah dikirimkan kepada Presiden, Wakil Presiden, dan Menko sejak pekan lalu. Namun, Yasser menyatakan, pihaknya menghormati keputusan tersebut. "Tidak apa-apa, kami tetap menghormati keputusan itu. Itu hak mereka," ucap Yasser. Baca juga: Vendor Ungkapkan Kementan Berutang Rp1,6 Miliar Usai Penuhi Permintaan SYL Dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar. Pemerasan ini diduga dilakukan SYL bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan (2023) Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa. Keduanya disebut sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL. Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Persidangan akan terus berlanjut untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan dalam kasus ini. (Antara/Poy)