Anis Nilai PTKP Tidak Signifikan Lindungi Masyarakat Berpenghasilan Menengah ke Bawah 

Anis Nilai PTKP Tidak Signifikan Lindungi Masyarakat Berpenghasilan Menengah ke Bawah 
Obsessionnews.com – Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Ia menilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan tidak signifikan dalam melindungi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.   Baca juga:Oposisi AS Kecam Presiden Soal “Tipuan Pembebasan Pajak”Kurangi Beban Rakyat, Selandia Baru Pangkas Pajak BBMMuhadjir Effendy Ajak Masyarakat Taat Bayar Pajak Tepat Waktu       “Tetapi justru sebaliknya, pada PP ini range masyarakat berpenghasilan di atas Rp 5 juta hingga 20 juta per bulan dikenakan pajak sebesar 15%, menjadi kurang adil. Masih banyak kalangan pekerja dan milenial yang fresh graduate yang berpenghasilan sedikit di atas Rp 5 juta, dikenakan tarif pajak cukup besar 15%,” kata Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini di Jakarta, dikutip dari situs resmi DPP PKS (4/1/2023). Menurut Anis, kebijakan perpajakan itu  kurang tepat diberlakukan sekarang, karena daya beli masyarakat masih rendah dan belum pulih. Tingkat inflasi meningkat tajam, harga kebutuhan pokok yang terus naik dan tidak stabil. Saat ini uang gaji sebagian pekerja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anggota Komisi XI DPR RI ini menyebut pada janji kampanye PKS di 2019, mengusulkan batas PTKP menjadi Rp 8 juta per bulan atau kumulatif Rp 96 juta per tahun. Artinya karyawan yang menerima penghasilan atau gaji Rp 8 juta kebawah terbebas dari PPh. Ia menuturkan, usulan ini memberikan ruang perlindungan yang luas kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang masih berada pada kondisi pemulihan ekonomi pasca Covid-19. “Untuk merangsang perekonomian ke arah yang lebih baik, seharusnya Pemerintah menggunakan instrumen fiskal secara selektif di antaranya pemotongan pajak, untuk golongan pekerja berpendapatan tertentu. Bukan malah sebaliknya, dengan menerapkan pajak yang tinggi bagi golongan menengah bawah,” ujarnya. (red/arh)