Ngaji kepada Gus Baha, Gus Jazil Dapat Penjelasan Pilih Pemimpin Hukumnya Wajib

Rembang, obsessionnews.com - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid, yang akrab disapa Gus Jazil, mendapat kesempatan mengaji secara langsung kepada KH Ahmad Bahauddin atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Baha, ulama terkemuka Nahdlatul Ulama (NU) dari Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Baca juga: Gus Jazil Sebut 4 Rumusan untuk Songsong Indonesia EmasGus Jazil Nilai Langkah yang Tepat Penangguhan Penahanan Empat IRT Gus Jazil yang juga pendiri dan pembina Pondok Pesantren Modern Sunanul Muhtadin Gresik, Jawa Timur membaca langsung kitab kuning Al-Iqtishod Fil I’tiqod karangan Imam Al Ghozali. Sementara Gus Baha yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Alquran (LP3IA), Narukan, Keragan, Rembang mentashih atau mengoreksi secara langsung bacaan Gus Jazil. ”Saya memang ingin ngaji langsung dari Gus Baha walaupun cuma satu baris karena saya ingin mendapatkan sanad atau terhubung secara keilmuan ke beliau yang merupakan santri dari KH Maimoen Zubair. Alhamdulillah, Gus Baha memberikan kesempatan untuk saya ngaji, membaca kitab kuning. Saya minta di-tashih (dikoreksi) karena saya juga santri,” ujar Gus Jazil seperti dikutip obsessionnews.com dari situs resmi MPR RI, Selasa (14/9/2021). Kitab Al-Iqtishod Fil I’tiqod merupakan kitab tentang akidah. Dalam salah satu babnya menerangkan tentang kewajiban mendirikan Imamah/pemerintahan atau memilih pemimpin . ”Ternyata kewajiban mendirikan negara atau memilih pemimpin itu tidak hanya wajib menurut akal, tapi kewajiban itu bersumber dari syariah. Di dalam kitab yang saya baca di depan Gus Baha, Imam Ghozali membuat premis bahwa memilih pemimpin itu hukumnya wajib, karena tidak mungkin urusan agama akan berhasil tanpa mengurus dunia. Dan urusan dunia tidak akan berhasil kecuali kata kuncinya adalah adanya imam mutho’in, pemimpin yang ditaati,” ujar Gus Jazil. Halaman selanjutnya Mendirikan negara atau memilih pemimpin menjadi wajib karena tujuan syariat adalah mengurusi agama, dan mengurusi agama itu tidak akan berhasil tanpa mengurusi dunia. Dan mengurusi dunia tidak akan berhasil tanpa adanya imam yang ditaati. ”Jadi mendirikan negara adalah bagian dari tujuan syarat”, paparnya. Dalam kesempatan itu, Gus Baha kemudian mengambil satu buku saku yang dia tulis berjudul al-Intishar li Madzahibi Syaikhina yang ditulisnya dalam rangka 100 hari wafatnya sang guru, Al Maghfurlah KH Maimoen Zubair. Di dalam buku tersebut, Gus Baha mengutip kitab masterpiece Imam Al Ghozali, Ihya Ulumuddin. Disebutkan bahwa kemuliaan atau kekuatan itu tidak akan terjadi tanpa adanya kepemimpinan. ”Alhamdulillah, kami mendapatkan buku saku yang menjelaskan kewajiban mendirikan imam. Kami kemudian bertanya ke Gus Baha bahwa mendirikan imam ada prasyaratnya. Kalau sekarang ya ada partai politik, undang-undang, ada DPR, itu bagian dari mendirikan negara. Jadi syarat-syarat itu pun menjadi wajib karena ada kewajiban mendirikan kekuasaan atau memilih pemimpin atau Presiden. Jadi selaras dalam konteks adanya parpol dan pemilu itu bagian dari syarat terpilihnya pemimpin yang ditaati. Jadi dengan sendirinya parpol, pemilu itu menjadi bagian yang wajib kita dukung. Maka mengikuti pemilu dalam konteks ini menjadi kewajiban,” tutur Gus Jazil. Halaman selanjutnya Gus Baha mengatakan, seseorang harus punya kemuliaan agar tidak hina. Dan jika ingin membela Islam maka harus punya pangkat, kekayaan atau komunitas yang punya kesadaran untuk menyuarakan kebenaran. Gus Baha mencontohkan pekerja pabrik yang melarang karyawannya untuk sholat. Kalau kita punya kekuatan politik maka bisa mengatur pabrik-pabrik untuk tidak boleh melarang karyawannya jeda kerja untuk melaksanakan sholat. ”Karena dalam kehidupan nyata pasti orang dholim yang menghalang-halangi orang untuk beragama,” urainya. Gus Baha menuturkan, agama dan pemerintahan adalah dua saudara kembar. Namun, tidak ada artinya pangkat kecuali orang itu bisa mengendalikan hati. Misalnya ketua umum parpol tanpa didukung orang-orang yang nyata-nyata punya pengaruh maka dia bukan siapa-siapa. ”Yang bisa mengendalikan hati itu ya tokoh-tokoh masyarakat. Misalnya orang bisa jadi camat, bupati, tapi kalau melangkahi kiai-kiai yang nyata-nyata punya pengaruh, kan nggak bisa,” katanya. Halaman selanjutnya Atas kesempatan bisa ngaji langsung ke Gus Baha, Gus Jazil menyampaikan ucapan terima kasih dan mendoakan Gus Baha selalu sehat, dan Ponpes Tahfidzul Qur'an LP3IA bisa menjadi sumber lahirnya para ulama Indonesia ke depan. ”Kita perlu dukung bersama agar kita semua, utamanya para politisi tetap menggunakan kaidah-kaidah syariah agama dalam mencapai maksud dan tujuannya,” ungkap Gus Jazil. Dia juga berharap dengan secuil ilmu yang didapatkan dari Gus Baha, bisa menjadi pegangan atau panduan dalam menjalankan tugasnya sebagai Wakil Ketua MPR dan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). ”Sehingga aktivitas kami di parpol sesunguhnya adalah aktivitas menjalankan ibadah sesuai dengan kaidah Imam Al Ghozali. Saya berharap bisa ngaji lagi seandainya diberikan kesempatan di lain waktu. Mudah-mudahan Gus Baha diberikan panjang umur untuk mendidik kita semua,” ujar Gus Jazil. (arh)