HNW Berharap MA Hadirkan Keadilan Hukum untuk HRS

HNW Berharap MA Hadirkan Keadilan Hukum untuk HRS

Jakarta, obsessionnews.com - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) berharap agar Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu lembaga peradilan tertinggi di Indonesia dapat menghadirkan keadilan hukum yang sebenarnya untuk Habib Rizieq Shihab (HRS), yang tetap divonis empat tahun penjara dalam kasus swab di RS UMMI oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.

Baca juga:

Aksi Polisi Menembak Enam Pengawal HRS Tindakan Pelanggaran HAM Berat

Soal 6 Pengikut HRS yang Ditembak Polisi, Ini Kata FPI

HNW mengatakan, nuansa ketidakadilan dalam kasus HRS ini sudah dirasakan publik sejak awal. Pasalnya apabila HRS dipidana karena dinilai menutupi hasil swab Covid-19, faktanya ada beberapa pejabat negara atau menteri yang juga menutupi dan tidak secara terbuka menyatakan dirinya terkena Covid-19, dan untuk mereka tidak diproses hukum sama sekali.

“Masyarakat sudah merasakan ketidakadilan ini sejak awal kasus ini diproses. Dan juga dalam kasus-kasus lain yang dikaitkan dengan HRS. Bahkan majelis hakim dalam kasus kerumunan juga mempertimbangkan adanya praktik ketidakadilan yang jelas-jelas tidak sesuai dengan prinsip hukum yang universal, yaitu prinsip equality before the law,” tutur HNW di Jakarta melalui siaran pers, Selasa (31/8/2021).

Menurutnya, seharusnya rasa ketidakadilan ini dapat diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama, tetapi vonis banding yang dikeluarkan justru tidak mencerminkan hal itu.

“Sayangnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak menghadirkan keadilan yang diharapkan banyak pihak tersebut,” ujarnya.

Padahal, lanjut HNW, kasus HRS yang menyita perhatian publik ini seharusnya bisa menjadi momentum bagi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan institusi penegakan hukum, termasuk Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sendiri, yang sekarang ini sedang menuai kritikan tajam karena “mengorting” vonis terhadap terpidana kasus suap Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki.

“Terpidana suap yang jelas menghadirkan kebohongan, menghadirkan kehebohan dan merugikan negara, malah diberikan keringanan hukum dan remisi. Tetapi terhadap Habib Rizieq yang sama sekali tidak merugikan negara, tidak menyuap atau menerima suap, malah tidak diberikan keringanan hukum. Malah diperpanjang masa penahanannya, dan tuntutan keadilannya ditolak di tingkat banding, dengan pengadilan tinggi menguatkan vonis tahanan selama 4 tahun terhadap HRS,” ujarnya.

Sekalipun demikian HNW mengapresiasi langkah HRS dan tim hukumnya yang mengikuti dan menaati proses hukum dengan akan mengajukan kasasi. HNW berharap agar MA dapat mengoreksi putusan-putusan di tingkat pertama dan tingkat banding yang tidak mencerminkan keadilan tersebut.

“Saya masih percaya hakim-hakim agung yang akan memeriksa perkara ini adalah mereka yang tidak di bawah intervensi instansi mana pun. Mereka memiliki kredibilitas dan komitmen hadirkan keadilan, mereka memiliki independensi dan kebijaksanaan sehingga dapat melihat adanya ketidakadilan dalam kasus ini, dan berani mengkoreksinya,” tutur HNW.

Apalagi, lanjutnya, MA selaku lembaga judex yuris yang memeriksa penerapan hukum (bukan judex facti yang memeriksa fakta) tentu bisa mengelaborasi perdebatan terkait apakah memang HRS telah menyebarkan berita bohong soal kesehatannya, dan apakah itu menimbulkan keonaran, sebagaimana yang diyakini oleh majelis tingkat pertama dan banding. HNW  mengingatkan pada sidang di pengadilan negeri, ahli hukum pidana Prof Mudzakkir telah mengingatkan bahwa perbuatan HRS belum dapat dikenakan delik tersebut.

HNW mengutip pandangan Prof Mudzakkir yang mencontohkan ketika ada seseorang ditanya kondisi kesehatannya setelah melakukan tes usap antigen, kemudian dijawab sehat karena merasa sehat, maka hal tersebut bukan termasuk ke dalam kategori menyiarkan berita bohong. Pasalnya ketika yang bersangkutan dihadapkan pada situasi saat itu sehat, maka memang faktanya begitu, berarti tidak bisa dikatakan bohong.

Selain itu, kata HNW, seperti yang dituturkan oleh para saksi ahli pidana dan bahasa yang dihadirkan dalam persidangan HRS, mereka menyatakan tindakan HRS tersebut bukan menyiarkan kebohongan, tapi pernyataan manusiawi yang mungkin keliru, tapi bukan berbohong.

“Pandangan ahli pidana Prof Mudzakkir yang sudah tidak diragukan lagi keilmuannya di bidang hukum pidana, beserta 5 ahli lainnya, juga ahli bahasa dari UI (Frans Asisi) seharusnya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim di MA untuk berlaku bijak dengan mengoreksi dan menghadirkan keadilan yang substansial, mengabulkan tuntutan pemohon dan membebaskan HRS dan kawan-kawan," tegasnya. (red/arh)