Bukan Paranoid! Penyiapan Naskah Khotbah Jumat untuk Perkaya Khazanah

Bukan Paranoid! Penyiapan Naskah Khotbah Jumat untuk Perkaya Khazanah
Jakarta, Obsessionnews.com -Kementerian Agama (Kemenag) RI sedang menggodok rencana penyiapan naskah khotbah Jumat. Naskah yang disiapkan diharapkan bisa menjadi alternatif para khatib Jumat saat akan menyampaikan khotbah.   Baca juga:Kemenag Bakal Siapkan Materi Khotbah Jumat DigitalKemenag Minta Khotbah Jumat Tak Provokatif dan Politis   Staf Khusus Menteri Agama (Menag) Kevin Haikal menjelaskan, penyusunan naskah khotbah Jumat semata-mata dengan tujuan memperkaya khazanah bagi para khatib, bukan menunjukkan ketakutan berlebihan atau paranoid, apalagi dianggap sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada para ulama, kiai atau habaib! "Penyusunan naskah khotbah ini pun melibatkan mereka, para ulama, kai, dan habaib,” ujar Kevin di Jakarta seperti dikutip obsessionnews.com dari keterangan tertulis Humas Kementerian Agama (Kemenag) Kamis (26/11/2020). Halaman selanjutnya Menurut Kevin, naskah khotbah Jumat disusun untuk menjadi referensi tambahan bagi para khatib, utamanya bagi mereka yang membutuhkan. Sifatnya alternatif, sehingga tidak ada keharusan menggunakannya. Menurutnya, hal ini penting ditegaskan karena memang ada beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang mengatur ketat materi ceramah yang disampaikan khatib. Bahkan teksnya juga disediakan pemerintah setempat. “Naskah-naskah yang disiapkan Kemenag bukan sesuatu yang mengikat atau wajib dibaca khatib saat khutbah seperti di negara-negara tadi. Menag Fachrul Razi menyatakan kita tidak ingin menerapkan hal seperti itu di Indonesia. Ruang ekspresi para khatib di atas mimbar tidak dibatasi,” tuturnya. Halaman selanjutnya “Kemenag menyiapkan naskah khotbah sebagai opsi jika dibutuhkan, sekaligus guna memperkaya khazanah keislaman utamanya yang berkenaan dengan tema-tema terkait dinamika keberagamaan, sosial, dan persoalan ekonomi umat masa kini,” lanjutnya. Materi yang disiapkan diproses melalui tahapan kajian yang panjang dengan melibatkan ulama, pakar, praktisi, dan akademisi. Selain merespons perkembangan zaman, materi khotbah juga mengandung pesan wasathiyah atau moderasi beragama. Sumber rujukan yang digunakan juga otoritatif dengan penjelasan yang komprehensif. “Jadi penilaian bahwa pemerintah paranoid apalagi tidak percaya kepada para ulama jelas tidak berdasar dan mengada-ada. Ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan kegaduhan di masyarakat. Jangan sampai disalahtafsirkan,” tegasnya. Halaman selanjutnya Ia menambahkan, Kemenag membuka diri bagi siapa saja yang ingin memahami lebih jauh tentang program ini untuk bertabayyun atau klarifikasi. "Jangan kemudian belum memahami tujuan dari program ini kemudian bicara kepada publik dengan tafsirnya sendiri seolah-olah paham dan mengerti. Padahal dia salah dalam menerjemahkan maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut,” tandasnya. Kevin menambahkan, gagasan sejenis ini sebelumnya juga digulirkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Saat Pilkada serentak 2018 Bawaslu menyampaikan agar masjid jangan dijadikan sebagai mimbar politik dan diisi dengan muatan-muatan negatif. Khotbah harus diisi dengan sesuatu yang menenteramkan. Untuk itu, Bawaslu saat itu mengajak pemuka agama untuk bersama-sama menyusun kurikulum materi khotbah yang jauh dari politik, suku, ras, dan agama. (arh)