Penyiar Jadul Bekerja Karena Panggilan Jiwa

BUKAN karena zaman saya bocah dan remaja cuma ada RRI dan TVRI. Tapi para penyiar dulu atau penyiar jadul itu mencerminkan bahwa di lapis kaum terpelajar dan para profesional banyak yang berkarakter kuat. Salah satu cermin kuatnya karakter para profesional kita yang bergerak di bidang informasi/penerangan dan komunikasi adalah suara. Di situlah kekuatan karakter mereka menampakkan diri. Dari sejak bocah dan remaja, saya suka karakter suara Sazli Rais melalui RRI. Karena suaranya yang berat saya bayangkan sosoknya tinggi besar. Begitu Sazli Rais nongol di TV, eh ternyata kecil orangnya. Namun kekuatan karakter suaranya, begitu mengudara di radio para pendengarnya langsung tahu ah Sazli Rais lagi siaran. Ada lagi Hasan Azhari Oramahi, juga punya suara khas dalam membawakan berita. Begitu juga Sjam Amir dan Denny Denhas. Dalam liputan olahraga atau acara kenegaraan? Siapa tidak kenal Sambas dengan intonasi suara yang bisa menggiring suasana hati khalayak pendengarnya. Untuk bergembira menyambut kemenangan tim badminton kita, atau membawa larut dalam kesedihan bersama ketika kesebelasan pra olimpic kita kalah dari Korea Utara lewat adu penalti. Mereka ini para juru warta yang kelak menyalakan hasrat dalam jiwa saya, sebuah minat khusus yang kelak terasah melalui bidang yang saya geluti sekarang. Orang orang yang penuh pengabdian pada profesinya. Sazli Rais, Sambas, Rusdi Saleh, Sjam Amir, Hasan Azhari Oramahi, dan Denny Denhas. Mereka adalah maestro dan legenda di bidang profesi yang digelutinya. Kerja buat mereka adalah berkarya. Bukan sekadar kerja mencari nafkah, melainkan kerja karena panggilan suara hatinya. Panggilan jiwa. (Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute)