Jakarta, Obsessionnews.com – Joko Widodo (Jokowi) membuat kejutan di pentas politik. Ketika menjabat Wali Kota Solo, Jawa Tengah, Jokowi dicalonkan oleh partainya, PDI-P, menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada 2012. Dalam Pilkada DKI tersebut Jokowi menggandeng kader Partai Gerindra, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Dalam Pilkada DKI tersebut di luar dugaan duet Jokowi-Ahok mengalahkan gubernur petahana Fauzi Bowo (Foke) yang berpasangan dengan ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Nachrowi Ramli. Jokowi-Ahok dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2012-2017.
Baca juga:
Kinerja Jokowi Memuaskan Rakyat
Hadapi Debat, Jokowi Punya Keunggulan Sebagai Petahana
Mencintai Islam, Jokowi Pilih Pendamping Ulama Besar
Allah Menakdirkan Jokowi, Bukan Prabowo Subianto
Debat Pilpres 2019 Untungkan Jokowi
Dinilai Tegas Bela NKRI, Alumni UI Dukung Jokowi-Amin
Belum tuntas jabatannya mengemban sebagai orang nomor satu di DKI, Jokowi mendapat tugas baru dari partainya ikut berkompetisi di Pilpres 2014. Jokowi yang merangkul tokoh Partai Golkar dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berhadapan dengan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jokowi-JK diusung PDI-P, PKB, Nasdem, dan Hanura. Partai-partai ini bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Sedangkan Prabowo-Hatta diusung Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan Golkar. Partai-partai ini bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Sementara itu Partai Demokrat bersikap netral.
Pilpres dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Selanjutnya pada 22 Juli 2014 Komisi Pemilihan Umum (KPU mengumumkan Jokowi-JK memenangkan Pilpres dengan meraih suara 53,15%, sedangkan Prabowo-Hatta mendapat suara 46,85%.
Jokowi dan JK dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa bakti 2014-2019 di Gedung DPR/MPR, Senin, 20 Oktober 2014.
Sejumlah pihak pesimis Jokowi-JK tak akan mampu menyelesaikan tugasnya hingga 2019. Pasalnya mereka mudah digoyang oleh kubu oposisi yang menguasai parlemen. Diprediksi akan dijatuhkan oleh kubu oposisi dan hanya dua tahun menduduki kursi RI-1.
Kubu oposisi tersebut terdiri dari Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, dan Demokrat. Gerindra memiliki 71 kursi DPR atau 11,74% dari total 560 kursi DPR, PAN 49 kursi DPR (7,59%), PKS 40 kursi DPR (6,79%), PPP 39 kursi DPR 39 kursi (6,53%), Golkar 91 kursi DPR (14,74%), dan Demokrat 61 (10,19%). Kubu oposisi memiliki 353 kursi DPR (60,03%)
Sementara itu kubu pendukung Jokowi memiliki 207 kursi DPR atau 39,97% dari total 560 kursi DPR. PDI-P memiliki 109 kursi DPR (18,95%), PKB 47 kursi DPR (9,04%), Nasdem 35 kursi DPR (6,72%), dan Hanura 16 (5,26%).
Jokowi membentuk Kabinet Kerja pada Senin, 27 Oktober 2014. Berkat kepiawaiannya berpolitik dalam hitungan satu setengah tahun Jokowi berhasil menaklukkan kubu oposisi. Yang pertama bergabung dengan kubu Jokowi adalah PPP. Kader partai berlambang Kabah ini, Lukman Hakim Saifuddin, mendapat jatah sebagai Menteri Agama pada awal pembentukan Kabinet Kerja.
Selanjutnya Jokowi berhasil merangkul Golkar. Kader partai berlambang pohon beringin ini, Airlangga Hartarto, dilantik sebagai Menteri Perindustrian pada 27 Juli 2016.
Jokowi juga berhasil menggiring PAN masuk ke barisannya. PAN mendapat jatah satu menteri, yakni Asman Abnur, yang dilantik sebagai Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 27 Juli 2016.
Tak berhenti di situ. Jokowi kembali memberi jatah satu menteri kepada Golkar, pemenang kedua Pemilu 2014. Kader Golkar Idrus Marham ditunjuk sebagai Menteri Sosial pada 17 Januari 2018. Namun, pada 24 Agustus 2018 Idrus mengundurkan diri karena menjadi tersangka dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1. Idrus digantikan kader Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita.
Dengan demikian Jokowi berhasil melobi DPR. Dukungan besar dari parlemen sangat penting bagi Jokowi untuk melaksanakan tugasnya. Keberhasilan Jokowi melobi DPR itu membuktikan ia piawai berpolitik. (Arif RH)
Artikel ini dalam versi cetak telah dimuat di Majalah Men’s Obsession Edisi Januari 2019 dengan judul “Jokowi Berhasil Melobby DPR”.