Jumat, 26 April 24

Petani Karawang Dukung Permen LHK No. P.39 Tahun 2017

Petani Karawang Dukung Permen LHK  No. P.39 Tahun 2017
* Peserta diskusi tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No.P. 39 Tahun 2017 di Kantor Yayasan Lingkungan Hidup Karawang, Sabtu (21/10/2017).

Karawang, Obsessionnews.com – Petani yang tinggal di wilayah kerja Perum Perhutani di Kabupaten Karawang, Jawa Barat,  mendukung Peraturan Menteri  Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No.P. 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. Sikap dukungan petani Karawang ini terungkap di dalam Diskusi Terbatas PPM (Pusat Peran Serta Masyarakat) Karawang bekerja sama dengan Network for South East Asian Studies (NSEAS)  di kantor Yayasan Lingkungan Hidup Karawang, Sabtu (21/10/2017).

Muchtar Effendi Harahap
Peneliti Senior Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap.

Dalam siaran pers yang diterima Obsessionnews.com, Minggu (22/10), disebutkan diskusi difasilitasi oleh Parito (PPM) dan dihadiri antara lain Asep Sudjana (petani), Usup Supriatna (petani), Syamijan Syahid (Petani), Mulyadi JP (Ketua PPM Karawang), A.Jihan Rosadi (Sek.PPM Karawang), Purwo A. (Ketua Yayasan Lingkungan Hidup Karawang), Asaleh Hidayat (Wakil Ketua Yayasan Lingkungan Hidup Karawang), Cornelia Hidayat (Aktivis Lingkungan Hidup),   Yaminudin (Peneliti Senior Community Development NSEAS), dan Muchtar Effendi Harahap (Peneliti Senior NSEAS).

Diskusi tersebut bertajuk “Ada Apa dengan Permen LHK No. P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani?”

Diskusi  membahas, maksud dan tujuan Permen LHK No. P.39 tahun 2017  dan dampak positif terhadap kepastian hukum, keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat petani miskin di sekitar dan di dalam wilayah kerja Perum Perhutani.  Dengan Permen LHK ini akan terdapat kepastian hukum bagi petani penggarap atas areal pemanfaatan selama 35 tahun. Selama ini kerja sama dengan  Perhutani hanya dua tahun. Petani penggarap dituduh ilegal dan ditangkap maupun diperas pihak lain akan terpecahkan dengan Permen ini. Petani pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS)  berhak mendapatkan perlindungan dari pengambilalihan lahan garapan oleh pihak lain, termasuk Perhutani. Hanya Pemerintah yang dapat mencabut IPHPS  setelah hasil evaluasi menyebutkan petani penggarap itu tidak melaksanakan kewajibannya sesuai Permen LHK P.39.

Permen LHK P.39 ini juga  akan menyebabkan  terjadi perubahan struktur pemanfaatan lahan di masyarakat Pulau Jawa. Akan ada penambahan   sekitar 500 ribu KK  memanfaatkan tanah sekitar 2 Ha. Dampak positif turunan dari perubahan strukturk pemanfaatan lahan ini adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat bersangkutan, karena terjadi peningkatan sumber mata pencaharian dan  pendapatan petani penggarap.

Sekarang ini pendapatan rata-rata petani miskin di sekitar wilayah kerja Perum Perhutani sekitar Rp 500.000 perbulan /KK.

Permen ini akan meningkatkan minimal  Rp 2 juta perbulan/KK. Diperkirakan sekitar 20 juta jiwa penduduk  Jawa akan mendapatkan manfaat dari implementasi kebijakan perhutanan sosial ini.

 

Walaupun Permen LHK P.39 akan berdampak positif terhadap masyarakat dan petani miskin di Jawa, ada saja sekelompok warga negara yang memohon uji materiil Permen LHK ini  kepada Mahkamah Agung, tertanggal 6 September 2017. Bertindak sebagai  pemohon I Darmawan Hardjakusumah, pemohon II  Nace Permana, pemohon III  Hartanto,  dan pemohon IV Perkumpulan Pensiunan Pegawai Perhutani (4P).

Khusus pemohon II Nace Permana, beralamat di Karawang, mengaku aktivis lembaga swadaya masyarakat ( LSM)  Lodaya yang berkedudukan di Karawang. Nace  khawatir akan terjadi konflik horizontal dalam masyarakat. Nace mengklaim, di Karawang ada sekitar 5.900 Ha lahan hutan Perhutani yang kini terancam dimiliki pemegang IPHPS. Di Teluk Jambe  pemegang IPHPS kini sudah berhadap-hadapan dengan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)  sebagai mitra kerja Perum Perhutani selama ini.

Atas klaim Nace tersebut pemegang IPHPS kini sudah berhadap-hadapan dengan LMDH, peserta diskusi membantah. Menurut mereka,  tidak ada konflik horizontal, juga tidak ada pemegang IPHPS, termasuk di Teluk Jambe sebagaimana klaim Nace.

Peserta diskusi mengungkapkan, tidak ada masyarakat  berhadap-hadapan  karena Permen LHK Nomor  P. 39. Yang pernah terjadi  berhadapan-hadapan adalah  LSM Lodaya dengan masyarakat karena kepentingan Pengembang.  Masyarakat beranggapan orang LSM Lodaya bukan orang Karawang, sehingga mereka khawatir.

DIskusi pada dasarnya membantah klaim Nace terkait isu konflik horizontal masyarakat di Karawang. Perlu dipahami publik, di Karawang belum ada pemegang IPHPS. Karena itu, pemegang IPHPS menurut Nace hanya khayalan belakangan fiksi atau tidak faktual.

Diskusi kalangan petani dan aktivis masyarakat madani di Karawang ini sepakat:

Pertama, petani Karawang mendukung Permen LHK No.P.39 Tahun 2017 diimplementasikan di Karawang.

Kedua, tidak ada konflik horizontal di masyarakat Karawang karena Permen LHK ini. Salah satu alasannya adalah hingga kini belum ada masyarakat Karawang memegang  IPHPS.

Ketiga, akan membangun opini publik tentang dampak positif Permen LHK P.39 terhadap masyarakat dan petani miskin di sekitar atau di dalam wilayah kerja Perum Perhutani.

Keempat, akan melakukan audiens ke Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK untuk mendukung Permen LHK P.39  dan mengklarifikasi tentang klaim konflik horizontal di masyarakat Karawang akibat Permen ini.

Kelima, berpartisipasi mendukung Permen LHK P.39 melalui bentuk pemberian kuasa kepada Firma Hukum tertentu untuk mengajukan intervensi  termohon atas permohonan uji material sekelompok warga negara atas Permen LHK P.39 di Mahkamah Agung (MA).  (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.