Sabtu, 4 Mei 24

Pemprov DKI Dinilai Matikan Penghasilan PKL

Pemprov DKI Dinilai Matikan Penghasilan PKL
* Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan pedagang kaki lima di Pasar Bintang Mas, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (23/7/2015). (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)

Jakarta, Obsessionnews.com – Struktur perekonomian di DKI dicirikhaskan sebagai dualisme atau dual economy. Terdapat kelompok pelaku usaha formal dan  informal.  Pelaku formal umumnya punya badan hukum dan berhubungan dengan perbankan urusan permodalan. Pelaku informal sebaliknya. Tak punya badan hukum dan tak berhubungan dengan perbankan.

Dualisme ekonomi bermakna kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi dalam masa tertentu memiliki sifat tidak seragam. Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kelompok kegiatan ekonomi tradisional, dan kelompok kegiatan  ekonomi modern.

Pedagang kaki lima (PKL) termasuk kelompok kegiatan  ekonomi tradisional. PKL,  istilah untuk menyebut penjaja dagangan,  melakukan kegiatan komersial di trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki (pedestrian).

Network for South East Asian Studies (NSEAS) mengutip data Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta menyebutkan pada 2014 terdapat kurang lebih 6.433 PKL  binaan yang tersebar di lima wilayah Jakarta. Jakarta Pusat terdata 1.984 orang, Jakarta Selatan (965 orang), Jakarta Barat (742 orang), Jakarta Timur (2.094 orang) dan Jakarta Utara (1.558 orang).

Pada 2015 terdapat 21.000 PKL yang sudah dibina. Sedangkan jumlah PKL liar atau yang tidak dibina sebanyak  60.686 orang. Jumlah ini meningkat tajam dibanding tahun 2014.

Peneliti senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap.

“PKL masih dianggap penyebab berbagai masalah, baik oleh pemerintah maupun  masyarakat. Hal itu terjadi karena PKL kerap beroperasi di sembarang tempat strategis tanpa mengindahkan aturan maupun kepentingan umum. Mereka kadang menjajakan barang dagangan seenaknya di trotoar-trotoar, taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan hingga bahu jalan,” kata peneliti senior NSEAS Muchtar Effendi Harahap melalui keterangan tertulis yang diterima Obsessionnews.com, Sabtu (18/3/2017).

Selain itu, lanjutnya, PKL juga dianggap mengganggu kelancaran arus lalu lintas dan kenyamanan warga. Belum lagi kehadirannya kadang mengganggu pemandangan dan menimbulkan kesan kumuh. Akibatnya, PKL selalu jadi sasaran penertiban  kerap berunjung adu fisik antara pedagang dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

“Tapi di sisi lain realita menunjukkan kehadiran PKL di DKI  merupakan solusi cepat pada saat situasi sulit  saat lapangan kerja semakin terbatas. Mereka adalah pelaku bisnis secara mandiri yang mampu menghidupi keluarga, dan juga bagi orang lain, tidak menjadi beban negara,” tandas mantan aktivis mahasiswa 1977-1978 ini.

Oleh karena itu Muchtar menilai tindakan Pemprov DKI yang melarang PKL berjualan sama artinya dengan mematikan penghasilan seseorang. Hal ini bertentangan dengan UUD 45 yang  menjamin penghidupan warga Indonesia.

Ahok Tidak Pro PKL

Muchtar mengkritik kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, terutama di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dinilainya tidak pro PKL.

“Beberapa indikator dapat diajukan. Pertama, Pemprov DKI membiarkan menjamurnya dan tumbuh pesat  mini market atau usaha retail  di wilayah DKI. Hal ini  telah mengancam usaha perekonomian kelas bawah,” tutur Muchtar.

Kedua, Pemprov DKI menggusur paksa  PKL dengan dalih PKL  bikin tidak nyaman kelas menengah atas. Tak peduli mau mereka kaum perempuan atau lelaki.

“Lihatlah, pengalaman kaum perempuan penjual makanan dan minuman. Satpol PP dikerahkan untuk menggusur, bahkan kalau perlu mengerahkan polisi dan tentara. Hal ini juga berlaku di lingkungan  perumahan dan kawasan permukiman,” tegas alumnus Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986 ini.

Ketiga, Pemrov DKI hanya mampu  mengimbau pengelola mal untuk memberikan ruang berusaha kepada PKL. Jika tidak mematuhi, perpanjangan izin mal di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) tak bakal dilanjutkan. Padahal penyediaan lahan untuk PKL di mal diatur dalam Perda   No. 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di DKI Jakarta, dan Pergub No.10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

Peraturan itu menyatakan mal harus memberikan ruang  20% untuk UMKM dan PKL. Namun, Pemprov DKI mengakui selama ini pengelola mal menyediakan tempat bagi PKL di lokasi yang tak dilalui oleh pembeli. Hal ini membuat PKL sulit berkembang.

“Masih terdapat perdebatan terkait penyediaan lahan PKL di mal. Pengelola mal  tak  tepat menafsirkan peraturan terkait penyediaan lahan di mal untuk PKL . Menurut para pengelola mal, 20%  itu sudah termasuk berjualan di dalam di gang-gang. Perdebatan terfokus pada tafsiran itu,” ujar Muchtar.

Menurutnya, hingga kini Pemprov DKI tak melakukan penegakan hukum secara tegas kepada pengelola mal. Berbeda dalam menyikapi PKL, untuk pengelola mal Pemprov DKI hanya mengimbau.

“Sungguh sikap ini sangat diskriminatif!” kecamnya.

Keempat, cara Pemprov DKI  melakukan penataan PKL yang  terpenting berkomunikasi dilakukan secara rutin. Bukan malah dimarahi dan diusir secara paksa. Sebagai contoh saat Sylviana Murni menjadi Wali Kota Jakarta Pusat pernah merapikan toko buku di Kwitang dan sekarang hilang.  Itu karena dialog dan membuat nyaman.

Muchtar mengatakan, adalah beralasan rakyat DKI membutuhkan gubernur baru pada Pilkada 2017, meninggalkan Ahok yang tak bekerja untuk rakyat, khususnya PKL

“Terhadap PKL dilakukan gusur paksa, sedangkan terhadap pengelola mal yang tak patuh hukum dilakukan hanya imbauan. Tajam ke bawah tumpul ke atas!” pungkasnya. (arh)

Baca Juga:

TEMPO Ungkap Ahok Terima Uang e-KTP

Kasus e-KTP , Nama Ahok Ada di Nomor 30

Ahok Omdo Urus Perdagangan

Peneliti NSEAS Kritik Ahok Hanya Omdo Urus Penanaman Modal

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.