Kamis, 18 April 24

Patmi, Kepergianmu Tak Sia-sia!

Patmi, Kepergianmu Tak Sia-sia!
* Patmi. (Sumber foto: https://twitter.com/dandhy_laksono)

Jakarta, Obsessionnews.com – Berjuang menuntut keadilan hingga titik darah penghabisan, itu yang dilakukan Patmi, petani pegenungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah (Jateng). Ia bersama sejumlah warga memprotes pendirian pabrik semen di Kendeng. Mbok Patmi, begitu ia biasa dipanggil, bersama beberapa warga menyemen kakinya sebagai protes terhadap pendirian pabrik semen yang dinilai merusak lingkungan hidup.

Para petani Kendeng melakukan aksi menyemen kaki sejak Senin (13/3/2017). Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki sudah menemui perwakilan petani untuk berdialog, Senin (20/3).

Usai pertemuan, disepakati ada petani yang tetap melanjutkan aksi semen kaki, ada pula yang pulang ke Jateng.

Berdasarkan siaran pers dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Patmi merupakan salah satu petani yang memilih untuk pulang kampung. Cor semen yang membungkus kakinya pun dilepas.

“Bu Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh Dokter. Kurang lebih pukul 02.30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setelah mandi, bu Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah,” kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangannya, Selasa (21/3).

Dokter yang mendampingi dan bertugas di LBH segera membawa Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa bu Patmi meninggal dunia.

“Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa bu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung. Innalillahi wa inna lillahi roji’un,” ujar Isnur.

Chavchay Syaifullah.

Untuk mengenang perjuangan Patmi, penyair Chavchay Syaifullah membuat puisi berjudul Mbok Patmi, Kepergianmu Tak Sia-sia! Chavchay adalah sarjana sastra lulusan dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Kini ia menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Banten (DKB) dan Ketua Departemen Seni dan Budaya Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi). Berikut ini puisi karyanya yang diterima Obsessionnews.com, Kamis (23/3):

 

MBOK PATMI, KEPERGIANMU TAK SIA-SIA!

Oleh: Chavchay Syaifullah 

 

manusia adalah pejalan setia menuju kematian

maka tak ada manusia hidup abadi di negeri semen ini

di pegunungan di pesisir di desa di kota

kematian tidak pernah memilih tempat

manusia hanya bisa memilih jalan kematiannya

ada yang memilih jalan hina

ada pula yang memilih jalan ksatria

pejalan setia di jalan-jalan panjang perjuangan

ia tahu cara memilih jalan matinya

ia tahu tak perlu ada yang ditinggal kecuali amal bakti

pejalan setia adalah manusia yang senyum

menghadapi kematiannya

 

mbok patmi, rabu petang kau sapa anak dan cucumu

kau pamit menuju jakarta

dari pegunungan kendeng kau turun menuju ibukota

kau perhatikan petak-petak sawah yang ketakutan

gunung yang cantik berbedak kapur

yang menyimpan barang tambang buruan

kau intip dari hari ke hari

kau pertaruhkan di meja-meja hakim

 

korporasi tambang dan pabrik semen

hasil riset para oknum kampus

surat izin berdarah dari gubernur

preman-preman bayaran pembakar rumah dan mushala

aih, dirimu tetap berdiri

berjalan kaki dari desa ke kota dari waktu batu ke batu waktu

 

rabu petang, kepada sri utami, putrimu, kau berbisik:

“aku pergi demi anak dan cucu, demi tanah air ini!”

lalu kau dekati putramu, daiman,

kau ingatkan sawah harus dijaga agar tidak puso

agar kendeng tetap lestari

agar desa tidak berubah menjadi pabrik semen

lalu kau berjalan pelan sambil memberi kecupan pada cucumu

semua hening

mungkin termasuk suamimu, rosad,

yang sehari sebelumnya telah pergi kerja ke sumatera

ikut merasakan hening

 

kamis pagi di jakarta

kau sapa semua manusia yang kau jumpai

dengan senyum perjuangan

lalu kau duduk berbaris

bersama petani-petani perempuan berjiwa ksatria

kau ikhlaskan kedua kakimu masuk ke dalam papan kotak

kau ikhlaskan kedua kakimu dicor semen

 

mbok patmi, negeri ini punya siapa?

negeri ini negeri apa?

ketika sawah harus dibayar nyawa demi semen

ketika pribumi harus mati demi padi

masihkah pantas murid-murid di sekolah

menghafal indonesia sebagai negeri agraris?

 

mbok patmi, 48 tahun usiamu

selasa dini hari pukul 02.55

21 maret 2017 kau pamit ke surga

setelah 5 hari kedua kakimu dalam papan kotak

setelah 5 hari kedua kakimu dicor semen

akhirnya kau tahu cara terbaik menuju kematian

kau mandikan jasadmu sendiri

agar suci dari najis

agar bersih dari omong kosong penguasa

jantungmu pun berdetak cepat

agar cepat kau sampai di surga

 

mbok patmi, tak pernah ada yang sia-sia

dari kematian seorang pejuang

sebab sesungguhnya pejuang selalu hidup

dalam setiap perjuangan

selamat jalan, pejuang!

selamat jalan, pejalan setia!

 

Banten, 23 Maret 2017.

(arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.