Minggu, 5 Mei 24

Menteri Kehakiman Jepang Mundur sebagai Bentuk Permintaan Maaf kepada Rakyat

Menteri Kehakiman Jepang Mundur sebagai Bentuk Permintaan Maaf kepada Rakyat
* Yasuhiro Hanashi. (Tribdem)

Pengunduran diri pejabat di Jepang sudah biasa. Biasanya karena merasa malu atas kesalahannya atau bertanggung jawab atas kebijakannya yang dikritik publik. Kali ini, Menteri Kehakiman Jepang Mundur hanya karena pernyataannya dikecam oposisi.

Menteri Kehakiman Yasuhiro Hanashi mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengajukan pengunduran dirinya, Jumat, ke Kishida, dua hari setelah ia membuat komentar pada pertemuan partai bahwa pekerjaannya hanya menjadi sorotan berita siang hari bila ia menyetujui eksekusi hukuman mati pada pagi harinya.

Pernyataan itu dengan cepat memicu kecaman dari oposisi dan bahkan dari dalam partai pemerintahan Kishida sendiri. Pernyataan itu juga mengguncang pemerintahan Kishida, yang sudah terperosok dalam kontroversi atas hubungannya selama puluhan tahun dengan Gereja Unifikasi, sebuah sekte agama yang berbasis di Korea Selatan yang dituduh di Jepang melakukan perekrutan bermasalah dan pencucian otak para pengikutnya agar memberikan sumbangan besar.

“Saya sembarangan menggunakan istilah eksekusi sebagai contoh” dan membuat masyarakat dan pejabat kementerian “merasa tidak nyaman,” kata Hanashi. “Saya memutuskan mundur (sebagai menteri kehakiman) sebagai bentuk permintaan maaf kepada rakyat dan tekad saya untuk membangun kembali karir politik saya.”

Hanashi mengatakan ia telah berkonsultasi dengan Kishida selama dua hari terakhir tentang kemungkinan pengunduran dirinya tetapi disarankan untuk meminta maaf dan menjelaskan. Hanashi telah meminta maaf setelah dikecam karena memberi kesan bahwa ia menganggap ringan eksekusi, pada saat Jepang telah menghadapi kritik internasional karena mempertahankan hukuman mati.

”Saya minta maaf dan menarik kembali pernyataan saya yang seolah memandang remeh tanggung jawab,” katanya Kamis. Tetapi laporan-laporan media kemudian mengungkapkan bahwa ia telah membuat pernyataan serupa pada pertemuan-pertemuan lain dalam tiga bulan ini.

Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida mengatakan kepada wartawan bahwa ia menerima pengunduran diri Hanashi karena “pernyataannya yang ceroboh” merusak kepercayaan publik terhadap kebijakan peradilan dan dapat menghambat kemajuan diskusi parlemen tentang isu-isu kunci, termasuk langkah-langkah dukungan untuk orang-orang dengan masalah keuangan dan keluarga karena gereja.

Kishida terpaksa segera menangani masalah itu dengan Kabinetnya sebelum berangkat untuk perjalanan sembilan harinya. Ia mengatakan berencana meninggalkan Tokyo Sabtu dini hari untuk menghadiri semua pertemuan yang dijadwalkan pada KTT ASEAN, serta pertemuan Kelompok 20 di Indonesia dan forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik di Bangkok.

PM Jepang Fumio Kishida, Jumat (11/11), menunda keberangkatannya ke tiga KTT di Asia Tenggara mendatang. Ia mencari pengganti menteri kehakiman yang mundur terkait pernyataannya tentang hukuman mati yang dikritik sebagai tidak pantas.

Yasuhiro Hanashi merupakan menteri kedua yang mengundurkan diri dalam sebulan belakangan.

“Saya memberikan surat pengunduran diri saya ke perdana menteri,” ujar Hanashi, sebagaimana dikutip Reuters.

Hanashi mengundurkan diri di tengah hujan kritik karena pernyataan kontroversialnya mengenai eksekusi mati.

Ia menyedot perhatian karena mendukung eksekusi mati “di pagi hari”, teknik yang selama ini dikritik kelompok pembela hak asasi manusia.

Selama ini, Jepang baru akan memberi notifikasi eksekusi kepada seorang terpidana mati pada pagi di hari ia akan dieksekusi.

Kala komentarnya menuai kritik, Hanashi langsung meminta maaf pada Kamis (10/11). Hanashi juga mengatakan di hadapan parlemen bahwa ia “menarik kembali pernyataan itu.”

Namun, kritik masih terus menghujani Hanashi hingga akhirnya ia mengundurkan diri. Ia diduga akan digantikan oleh mantan menteri agrikultur, Ken Saito.

Hanashi merupakan menteri kedua yang mengundurkan diri dalam sebulan belakangan. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jepang, Minoru Terada, juga mengundurkan diri usai skandal pencatatan dana politiknya.

Deretan pengunduran ini terjadi di tengah kemerosotan popularitas partai berkuasa Jepang, Partai Demokratik Liberal (LDP).

LDP memicu kontroversi karena dianggap terkait dengan Gereja Unifikasi, yang terseret dalam kasus pembunuhan Shinzo Abe pada 8 Juli lalu.

Pelaku penembakan Abe, Tetsuya Yamagami, mengaku memang berniat membunuh sang mantan pemimpin Negeri Matahari Terbit itu karena terkait dengan Gereja Unifikasi.

Yamagami memendam dendam karena keluarganya jatuh miskin setelah ibunya mengucurkan banyak dana untuk donasi Gereja Unifikasi.

Keluarga Abe memang memiliki rekam jejak kedekatan dengan Gereja Unifikasi, begitu pula sejumlah anggota partai berkuasa.

Sejak tragedi pembunuhan Abe, dukungan publik terhadap Kishida dan partai berkuasa pun merosot, dari 59 persen menjadi 46 persen dalam kurun tiga pekan.

Kantor penyiaran publik Jepang, NHK, melaporkan bahwa ini merupakan angka popularitas terendah Kishida selama menjabat sebagai PM. (VOAIndonesia/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.