Jakarta, Obsessionnews.com – United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB mengakui bekas lokasi pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, sebagai warisan dunia kategori budaya. Pengakuan UNESCO tersebut mendapat apresiasi dari Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.
Baca juga:
Kota Sawahlunto Masuk Warisan Dunia UNESCO
Geopark Ciletuh Resmi Diakui Unesco Global Geopark
Kemenkop Apresiasi Miftahudin, Peserta WP Peraih Penghargaan dari UNESCO
“Selamat, Ombilin di Sawahlunto sudah ditetapkan salah satu warisan budaya oleh UNESCO,” kata Menpar seperti dikutip obsessionnews.com dari website Kementerian Pariwisata, Selasa (9/7/2019).
Arief menuturkan, jika sudah mendapatkan status dari UNESCO maka akan sangat mudah untuk menjual dan memasarkan Ombilin sebagai destinasi wisata.
“Status itu sangat penting. Karena akan mempermudah untuk menarik investor, juga menarik wisatawan datang,” katanya.
Arief dalam framework pengembangan destinasi akan selalu menggunakan konsep 3A, (Atraksi, Akses, dan Amenitas). Dan jika ingin menjadi pemain global maka harus menggunakan global standar.
Standar global yang dimaksud diwujudkan dalam bentuk membangun bandara internasional di banyak tempat. Sementara dari sisi amenitas ditandai dengan makin banyak dikembangkan hotel-hotel bintang 5 yang berkelas dunia di berbagai destinasi.
“Ketiga adalah atraksi yang juga harus berkelas dunia. Di banyak tempat di dunia, UNESCO Global Geopark (UGG) itu selalu memberi dampak yang signifikan terhadap wisatawan. Branding-nya langsung mendunia karena diakui oleh UNESCO, lembaga dunia,” kata Menpar.
Ombilin menambah koleksi Indonesia yang saat ini memiliki empat warisan dunia kategori alam, yakni Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), Hutan Tropis Sumatera (2004), dan Taman Nasional Ujung Kulon (1991).
Selain itu Indonesia sudah punya empat warisan dunia kategori budaya, yaitu Candi Borobudur (1991), Candi Prambanan (1991), Situs Sangiran (1996), dan sistem Subak di Bali (2012). (arh)