Sabtu, 4 Mei 24

Kilas Balik, Mengenang 48 Tahun Freeport di Papua

Kilas Balik, Mengenang 48 Tahun Freeport di Papua

Jakarta, Obsessionnews- Selasa, 5 Desember 1995 di Timika Irian Jaya (waktu itu) Presiden Soeharto meminta kepada perusahaan pertambangan emas dan dan tambang Freeport Indonesia agar serius menanggapi kekhawatiran masyarakat akan dampak negatif yang ditimbulkan dari usaha pertambangan di Irian Jaya yang kini bernama Papua.

“Pemerintah tidak akan memberikan toleransi‎ atas usaha pertambangan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, apalagi jika hal ini sampai menimbulkan akibat yang merugikan masyarakat Irian Jaya,” kata Soeharto kepada Freeport yang waktu itu sudah beroperasi 28 tahun.
Kini Freeport telah 48 tahun beroperasi di Papua.

‎Pada masa itu, pernyataan Soeharto tentu sangat mengejutkan. Lantaran, perusahaan asal Amerika Serikat itu merupakan anak mas pada masa Orde Baru. Bagaimana tidak, setelah resmi duduk dikursi Kepresidenan, 7 April 1967 Soeharto langsung menandatangani perjanjian yang mengizinkan Freeport beroperasi di Bumi Cenderawasih itu. Ini adalah investasi pertama dari luar negeri yang ditandatangani oleh Soeharto.

Presiden pertama Soekarno, ‎sampai akhir pemerintahannya, tetap tegas menolak Freeport menggali gunung emas di Papua. Soekarno menginginkan gunung emas di Papua dikelola beberapa puluh tahun kemudian setelah putra putri bangsa punya keahlian sendiri mengelolanya.

Selasa, 4 Juni 1996, usai bertemu dengan Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja mengumumkan hasil audit sosial terhap Freeport. Menurut Sarwono, Freeport perlu memperbaiki sikap atas kejolak yang terjadi ‎di masyarakat Papua.

Sebelumnya, Senin 18 Maret 1996 Kepala Suku Papua, Hidelis Sangkoanao, meminta kepada pemerintahan Soeharto, khususnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Ginandjar Kartasasmita agar pemerintah meninjau kembali keberadaan Freeport di Papua.

“Sudah 28 tahun Freeport di sana, tapi masyarakat asli masih tetap miskin,” ujar Hidelis yang mewakili 22 kepala suku di wilayah sekitar Freeport.

Kini hampir setengah abad‎ Freeport sudah menduduki tanah Papua. Selama itu pula Freeport telah membuat dampak yang luas terhadap kerusakan lingkungan dan sosial. Para elit politik negeri ini juga kerap memunculkan silang pendapat menanggapi keberadaan Freeport.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini, Sudirman Sahid memutuskan perpanjangan kontrak karya Freeport sampai tahun 2021. Sementara Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli ‎menolaknya. Sebab, selama ini Freeport hanya memberikan 1 persen hasil keuntungannya kepada pemerintah Indonesia.

Ketahuilah tanah Papua adalah tanah yang kaya subur lan indah atau orang Jawa menyebutnya “Gemah Ripah Loh Jinawi” Papua ibarat surga kecil yang jatuh ke bumi. Begitu kata pencipta lagu dan penyanyi Franky Sahilatua. Namun, dengan adanya Freeport apakah tanah Papua masih layak disebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi?

Freeport membuat sejahtera atau sebuah kutukan dari Tuhan? Coba tanyakan pada asap hitam yang pekat menyelimuti Papua pekan lalu, atau pada rumput yang tidak pernah merasakan lagi sejuknya embun dipagi hari. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.