Minggu, 19 Mei 24

Kalau Chiropractic Berizin, Beranikah Serahkan Randall?

Kalau Chiropractic Berizin, Beranikah Serahkan Randall?
* Rosita P Radja.

Jakarta, Obsessionnews – Rosita P Radja, pengacara keluarga korban malpraktik Allya Siska Nadia meyakini, Klinik Chiropractic First (CF)  tidak mengantongi surat izin beroperasi. Kepastian itu sudah ia ketahui melalui hasil investigasi dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

“Jadi kali mereka sekarang mengatakan ada izin, izin apa dan darimana dan siapa yang keluarin?. Bisa-bisa saja mereka katakan ada izin,” ujar Rosita melalui pesan singkatnya kepada Obsessionnews, Sabtu (30/1/2016).

Rosita menuding alasan Chiropractic First yang menyatakan pihaknya sudah mendapatkan izin, hal itu tidak lain karena pihak klinik itu hanya ingin melakukan pembelaan di tengah upaya polisi sedang menyidik keterlibatan Chiropractic atas kematian Siska.

“Kalau memang berizin berani dong serahin Randall jangan malah sengaja dihilangkan. Bahwa Randall bisa praktek di INA kan karena Chiropractic Firts,” katanya.

Kasus kematian Siska akhirnya membuka tabir kejahatan Chiropractic tidak hanya di Pondok Indah Mall, tapi di beberapa cabang lainnya. Sejumlah pasien yang pernah menjalani terapi diketahui melaporkan pimpinan perusahaan itu ke Mapolda Metro Jaya.

“Yang kami dengar juga ada pasien CF lainnya yang buat LP (laporan) di unit lain di Polda. Saya gak dapat (suratnya). Penyidik gak mau kasih tahu di unit apa,” ungkap dia.

Sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Randall Cafferty sebagai tersangka kasus dugaan malapraktik chiropractic yang menyebabkan tewasnya Allya Siska Nadya. Tetapi terapis chiropractic itu masih diburu polisi dan diduga telah kembali ke negaranya, Amerika Serikat.

Berdasarkan informasi dari FBI yang diterima Polda Metro Jaya, Randall mendarat di Los Angeles pada 22 Desember 2015. FBI membantu melacak keberadaan Randall, yang diduga kini menetap di kota San Diego, Amerika Serikat.

Polisi menjerat Randall dengan pasal berlapis. Di antaranya Pasal 122 huruf a Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

Kedua, Pasal 191 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan pidana paling lama penjara 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta‬.

Ketiga, Pasal 83 dan pasal 84 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika kelalaian berat sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 tersebut mengakibatkan kematian, dipidana penjara paling lama 5 tahun‬.

‪Keempat, Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang ancamannya 5 tahun‬, kemudian dikaitkan dengan Pasal 73 ayat 2 undang-undang yang sama diakumulasikan menjadi Pasal 359 KUHP dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun, atau kurungan selama-lamanya 1 tahun‬. (Has)

Randall Cafferty
Randall Cafferty

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.