Jumat, 26 April 24

Istiwa’ain, Alat Sederhana Penentu Arah Kiblat

Istiwa’ain, Alat Sederhana Penentu Arah Kiblat

Semarang, Obsessionnews – Arah kiblat merupakah hal krusial bagi umat Islam. Krusial karena kiblat adalah syarat sah dalam beribadah baik shalat maupun ibadah lainnya. Sebagaimana tertera dalam surat Al Baqarah ayat 144, yang berbunyi, “Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya,” seorang muslim wajib hukumnya untuk menghadap kiblat ketika menunaikan shalat.

Namun penentuan posisi kiblat di mushola atau masjid seringkali mengalami hambatan. Selain harga alat pengukur arah kiblat mahal, tidak semua orang mengerti tentang ilmu falak. Akan tetapi hal tersebut dapat diminimalisir dengan metode penentuan arah kiblat milik K.H. Slamet Hambali.

Slamet Hambali, seorang pengajar di Fakultas Syariah, Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang berhasil menemukan cara mengukur posisi kiblat hanya dengan berbekal dua tongkat dan cahaya matahari. Sebagaimana penjelasan Slamet saat ditemui obsessionnews.com di kantornya, Kamis (9/4/2015).

“Kalau menggunakan Theodolite (Alat pengukur sudut horizontal dan vertikal) itu mahal. Sedangkan metode ini asal ada dua benda lurus dan matahari sudah bisa menentukan arah kiblat dengan akurasi seperti Theodolite,” tuturnya.

Alat penentu kiblat
Alat penentu kiblat

Metode ini dianulir lebih tepat dengan penggunaan matahari sebagai patokan. Ini disebabkan matahari selalu berada di posisi yang tetap, dibandingkan menggunakan kompas karena arah magnet dipengaruhi oleh medan magnet bumi sehingga akurasi bisa didapatkan dengan tepat.

Ia bercerita bahwa metode Slamet Hambali sudah ia temukan sejak lama. Ketika momen pengajuan thesisnya dalam mengambil gelar strata 2 pada tahun 2011, ia memaparkan konsep metode tersebut dan diakui sebagai karya ilmiah yang murni.

Syarat untuk penentuan arah kiblat dengan metode ini cukup dengan menggunakan segitiga siku-siku dari bayangan matahari tersebut. Untuk lebih memudahkan, ia juga menciptakan sebuah alat bernama Istiwa’ain. Sistem kerja Istiwa’ain sama dengan Theodolite, yaitu dengan membidik matahari melalui tongkat istiwak yang berada di titik 0 derajat, kemudian ditarik benang dari tongkat istiwak di titik pusat ke arah bilangan, angka, derajat, dan menit sesuai selisih antara azimuth kiblat dan azimuth matahari.

“Yang paling penting itu penghitungan. Harus mau belajar menghitung saja dengan rumus. Selebihnya dengan Istiwa’ain, Insya Allah akurasinya persis seperti memakai Theodolite,” ujar rektor pertama IAIN Walisongo tersebut.

Slamet yang juga Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Jateng ini melihat sebagian besar kiblat masjid di Jawa Tengah yang sudah hampir menemui arah yang tepat. Dirinya melakukan perjalanan Kemenag mengelilingi Jawa Tengah untuk mengecek dan membetulkan posisi kiblat masjid besar di masing-masing kabupaten dan kota. Hasilnya beberapa masjid hanya terpaut jarak 4 menit atau 1 derajat dari kiblat sebenarnya.

“Contohnya Masjid Agung Sukoharjo, anda kalau datang kesana sekarang kan shaf nya bergeser ke kanan jauh. Contoh lainnya di Masjid Ungaran ternyata miring barat-selatan, sekarang sudah diluruskan,” ujarnya.

Alat penentu kiblat-2

Tentu penggunaan alat Istiwa’ain sangat membantu bagi daerah pelosok. Tinggal kesediaan dari para ahli falak untuk mau berkunjung dan mengukurkan tempat ibadah tersebut. Terlebih penggunaan metode Slamet Hambali beserta Isitiwa’ain dapat dilakukan dibelahan bumi mana saja asalkan ada sinar matahari. Sudah berulang kali metode tersebut diuji cobakan diberbagai daerah dan hasilnya sama dengan metode penggunaan Theodolite.

“Insya Allah dimana-mana mboten masalah (tidak masalah). Ini sudah dipelajari oleh banyak pihak dari luar negeri, mereka merasa metode ini sangatlah praktis.”

Anggota Komisi Fatwa MUI 2011 tersebut mempersilahkan apabila metode ini ingin digunakan oleh orang banyak. Ia belum berkeinginan untuk mematenkan hasil penemuannya. Yang pasti ia berharap semoga karya penemuannya dapat berguna bagi masyarakat. “Kulo (Saya) anggap jariyah mawon,” tutupnya di akhir wawancara. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.