Jumat, 3 Mei 24

Inilah Isi Paket Kebijakan Ekonomi VI Jokowi

Inilah Isi Paket Kebijakan Ekonomi VI Jokowi

Jakarta, Obsessionnews – Pemerintah akan terus menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam melakukan reformasi di bidang ekonomi. Kamis, 5 November 2015, pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-6.

Paket tersebut terdiri dari tiga paket kebijakan, yakni upaya menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran  dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), penyediaan air untuk masyarakat secara berkelanjutan dan berkeadilan, serta simplifikasi perizinan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Paket yang pertama mengenai upaya untuk menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran dengan pengembangan KEK. Secara sederhananya, melalui paket ini ada beberapa kawasan di daerah yang  ditetapkan menjadi kawasan ekonomi khusus yang tujuan utamanya adalah mengolah sumber daya yang ada di wilayah itu dan sekitarnya.

“Nah, ada sekarang ini 8 kawasan ekonomi yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah menjadi wilayah khusus yang akan dikembangkan,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Presiden.

Kedelapan kawasan itu adalah Tanjung Lesung (Banten), Sei Mangkei (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (NTB), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) dan Maloi Batuta Trans Kalimantan/MBTK (Kalimantan Timur).

“Pada saat ini baru dua KEK yang pengoperasiannya sudah dicanangkan oleh Presiden Jokowi pada awal tahun 2015 dan selebihnya sedang dalam tahap pembangunan,” kata Darmin.

Tapi, ucap Darmin, fasilitas yang diberikan baru tuntas pembahasannya sekarang ini, sedangkan draft Peraturan Pemerintah baru saja diparaf olehnya, dan saat ini telah dikirim ke Sekretariat Kabinet. “Mudah-mudahan akan segera diproses lebih lanjut,” kata Darmin.

Tujuan dan manfaat yang diharapkan dari kebijakan ini adalah untuk memberikan kepastian dan juga daya tarik bagi penanaman modal sehingga menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghasilan bagi para pekerja di wilayah masing-masing.

“Fasilitasnya ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah dengan sejumlah insentif dan bertujuan untuk mendorong pengembangan dan pendalaman kluster industri berbasis sumber daya lokal yang dimiliki oleh masing-masing wilayah di sekitar KEK,” ungkapnya.

Darmin mengatakan mendorong keterpaduan upaya menciptakan iklim investasi yang baik, yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan PP ini akan efektif apabila Pemda setempat berkomitmen untuk memberikan fasilitas daerah yang diperlukan.

Ia melanjutkan terkait kebijakan dalam penyediaan air berhubungan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.85/PUU-XI/2013 yang memutuskan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Untuk mengisi kekosongan hukum sebagai dampak pembatalan undang-undang tersebut, maka diberlakukan kembali Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,” jelasnya.

Untuk memberikan kepastian hukum dalam pengelolaan sumber daya air khususnya dalam hal pengusahaan dan/atau penyediaan air oleh para pelaku usaha yang berinvestasi di Indonesia, maka pemerintah menyusun RPP tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (RPP Pengusahaan SDA) dan RPP tentang Sistem Penyediaan Air Minum (PP SPAM).

Item ketiga dari Paket Kebijakan Ekonomi ke-6 yang menyangkut simplifikasi perizinan BPOM. Darmin menjelaskan bahwa selama ini BPOM sudah melakukan sejumlah penyederhanaan khususnya di bidang impor obat atau bahan baku obat, dan juga makanan. Pada paket deregulasi pertama menyebutkan adanya penyederhanaan.

“Seperti apa penyederhanannya itu? Semakin banyak yang dilakukan online,” ujar Darmin.

Setelah Paket Kebijakan Ekonomi pertama itu dikeluarkan, BPOM melakukan perbaikan dan penyederhanaan sehingga saat ini betul-betul 100 persen tanpa kertas dan dilakukan secara online. Darmin mengingatkan bahwa hingga saat ini hampir seluruh obat, seluruh bahan bakunya merupakan barang impor karena industri bahan baku obat di dalam negeri berlum berkembang.

“Tidak ada tandatangan lagi, sehingga tidak perlu ketemu Bapak Ibu pejabat untuk melakukan impor bahan baku obat,” ucap Darmin.

Setelah dilakukan perbaikan ini, maka proses pengimporan bahan baku obat bisa cepat selesai. “Saya lebih baik mengatakannya kurang dari 1 jam. Sebenarnya bisa lebih cepat dari itu,” tutup Darmin. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.