Sabtu, 27 April 24

Feri Amsari: Tamatnya KPK Bukan Karena UU, Tapi Karena Ini

Feri Amsari: Tamatnya KPK Bukan Karena UU, Tapi Karena Ini
* Pakar Hukum dari Universitas Andalas Padang Feri Amsari saat menjadi Narsum di acara diskusi soal hukum tentang Eksaminasi Hukum Kasus Formula - E di UAI, Jaksel, Rabu (12/4/2023). (Foto: Kapoy/obsessionnews.com)

Obsessionnews.com – Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan Universitas Paramadina menggelar diskusi soal hukum tentang Eksaminasi Hukum Kasus Formula – E.

Acara ini digelar di ruang Ampitheater, lantai 3, Kampus UAI, Kompleks Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2023).

Dalam kesempatan diskusi tersebut, Pakar Hukum dari Universitas Andalas Padang Feri Amsari menyampaikan, ada yang mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tamat ketika undang-undang 19 – 2019 diundangkan, karena sebagian dari gagasan lembaga independen hilang di dalam undang-undang (UU).

Namun dia membantah, kalau tamatnya KPK bukan karena hal tersebut. Dia menilai tamatnya KPK sejak Firli Bahuri menjadi ketua KPK.

“Izinkan saya membantah poin ini. Saya ingin mengatakan KPK itu tamat semenjak Firli Bahuri menjadi ketua KPK dengan berbagai alasan, kenapa? Pak Firli secara figur, tidak lagi memenuhi syarat menjadi ketua KPK. Sebab ketika Firli menjadi Deputi penindakan dia pernah diberikan sangsi etik,” ujar Feri di diskusi Eksaminasi Hukum Kasus Formula – E.

Padahal, lanjut dia, menurut undang-undang KPK, syarat untuk menjadi pimpinan KPK mempunyai integritas.

Padahal pak Firli cacat Integritas. Saya akan menyampaikan kasus yang menghukumnya. Salah satu kasusnya adalah beliau main tenis bersama salah seorang atau pihak yang sedang berperkara di KPK,” ucap Feri.

Menurut dia, sebagai Deputi Penindakan KPK, dia harus sadar konsekuensi bermain dengan orang yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.

“Jadi di tengah orang berbicara rencana pemberantasan korupsi , maka tentu saja gagasannya harus ada sapu bersih, untuk membersihkan ruangan yang kotor. Tapi kalau sapunya jauh lebih kotor, tentu upaya membersihkan ruangan menjadi sia-sia. Nah dalam konteks ini tetap menggambarkan posisi ketua KPK pak Firli,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, memposisikan lembaga KPK sebagai lembaga berintegritas, yakni Integriti body, sandaran utamanya orang-orang yang di dalamnya ini memiliki integritas.

“Tidak mungkin lembaga yang menjadi sapu-sapu itu tidak memiliki standard etik,” ucapnya.

Jauh sebelum Firli masuk ke KPK, bahkan ketika dia menjadi Deputi penindakan di KPK, standar etik itu luar biasa. “Makanya ada candaan kepada teman-teman KPK, candaannya itu candaan Jailangkung, KPK itu datang tak dijemput, pulang tak diantar,” beber Feri.

“KPK itu kalau datang ke tempat kita tak pernah mau dijemput dan pulang tak pernah mau diantar, satupun tidak mau. Kemudian masuk Firli jadi berubah standartnya,” imbuhnya. (Poy)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.