Sabtu, 27 April 24

BPN Harus ‘Turun’ Selesaikan Sengketa Tanah di Marunda

BPN Harus ‘Turun’ Selesaikan  Sengketa Tanah di Marunda

Jakarta, Obsessionnews Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, harus turun tangan mengatasi kisruh kepemilikan tanah di Marunda, Jakarta Utara. Sebab, jika ditempuh melalui jalur hukum, akan lama dan memakan banyak biaya.

Demikian disarankan oleh Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), Suriyanto, kepada Obsessionnews, Minggu (12/4/2015).

“Sengketa tersebut bermula, lebih dari satu orang yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut, dan keduanya juga memiliki surat atas tanah tersebut. Namun, hanya pihak berwenang lah, terutama BPN dan hasil sidang sengketa yang dapat mengkonfirmasi surat siapa yang sah,” tambahnya.

Mengenai masalah tersebut, Suriyanto menyarankan agar semua pihak mematuhi UU RI No. 5 tahun 1960 tentang Dasar-Dasar Pokok Agraria,… Pasal 20 (1) yang berbunyi Hak milik adalah turun temurun terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai atas tanah, dengan ketentuan Pasal (6) yang isinya semua tanah mempunyai fungsi sosial diperkuat dengan ketentuan-ketentuan.

Untuk itu, Suriyanto menghimbau kepada para “pemain” tanah di Marunda agar menghentikan manuver dan permainannya. Ia juga mengancam akan melaporkan mereka yang masih berani mempermainkan kasus sengketa tanah ini kepada pihak berwenang.

“Kasihan masyarakat yang jelas-jelas mempunyai surat lengkap dari turun temurun keluarganya dibuktikan dengan memiliki Surat Girik No. 98 Tanggal 22 Maret 1917 atas nama Poeloan Saatoen dari Kantor Notaris G.H. Thomas Notaris di Batavia,” tegasnya.

Selain itu, Suriyanto juga memaparkan asal-usul surat yang Surat Girik atas nama Poelan Saatoen tersebut. “Tanah tersebut berdasarkan Eigendoom Verponding Nummer 9329 atas nama Poeloan Saatoen.”

Sudirdja Bin H. Mohammad Arsjad bin H. Kumain, salah seorang ahli waris tanah tersebut mengatakan, “kami sudah memiliki tanah tersebut sejak dahulu keluarga kami turun temurun memilikinya, dan sekarang ada yang mengakui dan mengklaim tanah tersebut sudah memiliki sertifikat yang belum tentu keabsahannya, karena kami juga meminta asal-usul tanah tersebut, sehingga timbul sertifikat, dan belum dapat dibuktikan selalu menghindar, “ katanya .

Di sisi lain, Lurah Clincing, Kecamatan Clincing, Jakarta Utara, Toddy Santoso mengatakan bahwa pihaknya tidak berani memproses surat tersebut karena tidak terdaftar di Kelurahan Cilincing.

Toddy menduga bahwa surat tersebut langsung terhubung ke Notaris terkait dan hingga saat ini sudah ada dua orang yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Surat yang ditunjukkan kepada kami itu Eigendoom Verponding sudah tidak berlaku sejak tahun 1995.

Terkait pernyataan tersebut, Suriyanto merasa kecewa karena seharusnya seorang kepala daerah mengetahui fungsi dari tanah Verponding.

“Saya himbau kepada Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden, agar kepala daerah yang tidak tahu tentang tanah Verponding dan membuat jawaban yang meresahkan masyarakat dipecat saja. Ini yang membuat blunder atau sengaja melakukan blunder untuk mencari keuntungan pribadi. Akhirnya hak penyelesaian tanah yang diperkirakan pemerintah tidak rumit ini membuat ahli waris tanah terombang-ambing tidak jelas,” tutur Suriyanto.

Suriyanto juga berharap agar pemerintah lebih teliti dan tegas kepada oknum Lurah dan Camat yang mencari kekayaan pribadi lewat sengketa tanah warga.

“Mengeluarkan girik di atas verponding, menjual tanah verponding, memback up sertifikat-sertifikat palsu, mencoreng nama baik BPN misalnya, pasti semua akan selesai,masyarakat tidak akan dirugikan dan Pemerintah akan mendapatkan pemasukan anggaran dari pajak, serta dari jual beli dan sebagainya,” pungkasnya. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.