Jumat, 26 April 24

Apakah Perlu Yesus untuk Menangkan Pilpres AS?

Apakah Perlu Yesus untuk Menangkan Pilpres AS?
* Sekitar tiga perempat pemilih AS adalah Kristen. (Foto: BBC)

Apakah perlu Tuhan Yesus untuk memenangkan pemilu presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) tahun ini?

“Tuhan menciptakan kita menurut gambar-Nya sendiri, jadi kita semua hanyalah satu orang,” kata Lebo Diseko,
Reporter Agama Global BBC.

“Dia mencintai kita, dan dia ingin kita bahagia satu sama lain, tidak terpecah,” tambahnya.

Rose Ortiz, pemilih pemula berusia 19 tahun, berbicara kepada Lebo melalui aplikasi Zoom dari kamar tidurnya di rumah keluarganya yang terletak di Charlotte, North Carolina. Topik yang dibicarakan saat itu adalah harapannya terhadap pemilihan presiden Amerika Serikat.

Dalam hitungan pekan, AS akan memasuki proses pemilihan presiden AS—yang menurut sebagian orang pemilihan umum paling penting dalam sejarah negara itu.

Dikelilingi poster musisi, Rose bercerita kepada saya dengan tenang dan sungguh-sungguh tentang iman Kristennya dan bagaimana ia merasa hal itu memengaruhi pilihannya dalam pemilu mendatang.

Meskipun menghabiskan waktu berminggu-minggu memikirkan siapa yang akan dipilih, Rose berjuang memilih salah satu capres mengingat keduanya punya afiliasi agama yang kuat.

Ia terkesan dengan Donald Trump sebagai presiden AS pertama yang menghadiri rapat umum anti-aborsi tahunan terbesar di Amerika pada bulan Januari.

“Sebagai seorang Kristen, Tuhan ingin tidak ada aborsi.”

“Rose mengatakan kepada saya, Jadi ini adalah sesuatu yang saya setujui dari pihak Trump,” ujar Lebo.

Meskipun Joe Biden beragama Katolik dan Rose punya keterkaitan dengan agama tersebut, ia merasa Biden perlu berbuat lebih banyak untuk terhubung dengan kaum muda Kristen.

Sabuk Injil AS
Di banyak negara, agama dan politik tidak mudah duduk berdampingan, tetapi di Amerika berbeda.

Di beberapa negara bagian, seperti North Carolina, agama bisa sangat menentukan hasil pemilihan presiden.

Wilayah ini merupakan bagian dari ‘Sabuk Injil AS’, dan merupakan salah satu negara bagian kunci yang mengayun. Artinya, warga di negara bagian ini bisa memilih Trump atau Biden.

Untuk bisa terpilih kembali, Trump perlu menggaet suara warga di negara-negara bagian seperti ini. Ia menang besar di wilayah itu pada tahun 2016, mengalahkan Hilary Clinton dengan keunggulan hampir 4%.

Pemungutan suara tahun ini menunjukkan persaingan ketat. Pada saat berita ini ditulis, Biden unggul di North Carolina dengan kurang dari satu poin persentase.

Kedua calon presiden tampak jelas menempatkan agama di tengah-tengah pesan kampanye mereka.

Trump Bela Agama Kristen
Donald Trump ingin Amerika tahu bahwa dia adalah kandidat yang akan membela agama Kristen.

Saingannya, Joe Biden, mengatakan pemilihan ini adalah pertempuran untuk jiwa bangsa itu.

Hal itu masuk akal: lebih dari tiga perempat total pemilih beragama Kristen.

Pengaruh pemilih evangelis kulit putih pada 2016 adalah sesuatu yang banyak dibicarakan.

Exit poll menunjukkan lebih dari delapan dari 10 orang memilih Donald Trump saat itu, dan ini masih menjadi bagian penting dari basisnya.

Tetapi sebagai seorang Kristen kulit hitam, saya tahu bahwa Gereja itu beragam.

Mayoritas orang Kristen AS bukanlah evangelis kulit putih, dan suara-suara politik kiri semakin keras.

Jadi, selama beberapa bulan terakhir, saya telah berbicara dengan orang-orang yang biasanya tidak kami dengar, di Negara Bagian North Carolina yang jadi medan pertempuran. (Red)

Sumber: BBC Magazine

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.