Jumat, 26 April 24

Dedi Mulyadi, Sang Penggembala Domba dari Purwakarta

Dedi Mulyadi, Sang Penggembala Domba dari Purwakarta
* Bupati Purwakarta, sekaligus calon Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Purwakarta, Obsessionnews.com – Jangan bayangkan dulu Dedi Mulyadi pernah berpikir menjadi Bupati Purwakarta, Jawa Barat (Jabar). Lahir dari keluarga sederhana di Subang, Jabar, Dedi pernah pada suatu masa bahkan harus bersusah payah hanya untuk bisa makan. Ayah Dedi, Ahmad Suryana, adalah purnawirawan tentara dengan pangkat terakhir prajurit kader.

Semasa kecil Dedi dibantu kakak nomor duanya, Kang Ade, menggembala domba. Sang ibu membantu menyabit rumput. Awalnya domba yang ia urus beranak dua hingga lama-lama ia memiliki 40 ekor domba. Domba-domba inilah yang membantu uang sekolah Dedi dan kebutuhan hidup keluarganya. Bahkan, bila ada saudara yang akan syukuran menikah atau keperluan lain, hasil dari domba Dedi yang jadi asal bantuan.

Memasuki usia SMA, Dedi sudah punya pekerjaan sambilan, yaitu menjadi tukang ojek di kampungnya. Dari situ dia bisa mengumpulkan Rp 2.000 per hari sebagai tambahan uang biaya sekolah. Selepas SMA, Dedi sempat menjajal kemampuan diri untuk mengikuti jejak sang ayah menjadi tentara. Terlebih lagi dia punya sosok idola M Jusuf. Untuk itu, dia mendaftar ke AKABRI dan Secapa.

Sayangnya, kedua upaya itu kandas. Berat badannya yang hanya 48 kilogram tak cukup. Syarat untuk kedua pendidikan militer itu adalah berat badan minimal 55 kilogram. Dedi lalu menjajal masuk Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran di Bandung. Namanya masuk dalam daftar calon mahasiswa yang lulus seleksi masuk kampus itu. Namun, ketiadaan dana menjadikannya tak mengambil pula kesempatan kuliah di sana.

Gagal melanjutkan sekolah, Dedi memutuskan ikut sang kakak ke Purwakarta. Di sanalah Dedi dan kakaknya tinggal di rumah kontrakan yang kondisinya nyaris roboh. Di situ juga hanya ada satu kasur, sehingga Dedi yang harus tidur di lantai tanpa alas. Saat susah tidur karena kondisi tersebut, Dedi memilih menegakkan sholat malam.

Tak berapa lama, Dedi nekat melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Purwakarta. Untuk biaya kuliah, ia berjualan gorengan atau bisnis apa pun yang penting halal. Untuk mengirit, ia biasanya kerap jalan kaki dengan teman-temannya yang karyawan sepulang kuliah di malam hari.

Selama kuliah, Dedi aktif di berbagai organisasi kampus dan non-kampus. Ia menduduki posisi penting; Ketua HMI Cabang Purwakarta, Senat mahasiswa STH Purnawarman, Purwakarta, Wakil Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), yang kemudian berlanjut sebagai Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Selain itu, ia juga terjun ke partai politik. Pada tahun 1998, ia dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Partai Golkar Kabupaten Purwakarta. Kariernya di Partai Golkar kian melejit. Pada tahun 2001 ia menduduki kursi anggota DPRD Purwakarta dan menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Golkar Purwakarta.

Dua tahun kemudian, ia ikut Pilkada menjadi wakil bupati berpasangan Lily Hambali. Pasangan ini terpilih menjadi bupati-wakil bupati Purwakarta periode 2003-2008. Pada Pilkada berikutnya, Dedi maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Dudung B. Supardi. Pasangan ini menang untuk periode 2008-2013.

Sukses Pilkada sebelumnya, ia raih kembali pada Pilkada 2013. Ia dinobatkan kembali menjadi bupati dengan pasangan Dadan Koswara periode 2013-2018. Ini kedua kalinya Dedi menjadi bupati Purwakarta. Sukses di Purwakarta, ia juga terpilih sebagai Ketua DPD I Golkar Jawa Barat, 2016-2021. Kini ia menatap Pilkada Jabar sebagai calon Wakil Gubernur berpasangan dengan Deddy Mizwar.

Saat menjadi Bupati Purwakarta namanya makin populer karena program dan kebijakan-kebijakannya yang berbeda dengan bupati-bupati lainnya. Ia menekankan cinta seni dan budaya lokal dengan menerapkan di lingkungan kerja dan sekolah, misalnya pembangunan taman seni, patung, hingga mengenakan pakaian adat sunda.

Dedi juga melarang guru memberikan pekerjaan rumah kepada murid-muridnya. Materi pelajaran akademis sebaiknya dituntaskan di sekolah, bukan dijadikan pekerjaan rumah atau tugas yang justru menjadi beban siswa setelah pulang sekolah.

Dalam menjalankan kepemimpinannya sebagai Bupati Purwakarta, ia terbilang sukses dalam sektor pembangunan infrastruktur maupun kehidupan beragama. Terbukti, Dewan HAM PBB mengakui bahwa Purwakarta sebagai daerah paling toleran di Indonesia. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.