Jakarta, Obsessionnews.com – Perpecahan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dimulai sejak periode Suryadharma Ali (SDA) sebagai Ketua Umum (Ketum), yang pada masa Pileg 2014 menghadiri kampanye Partai Gerindra di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.
Hal ini selain melanggar AD/ART, juga melanggar Surat Edaran DPP PPP yang ditandatangani oleh SDA (Ketum) dan Romahurmuziy (Sekjen).
Konflik ini sudah menginjak tahun ketiga , dan diperparah oleh dua DPP PPP yang mendukung penista agama Islam, yang telah melecehkan Surat Al-Maidah ayat 51.
“Saya berpendapat bahwa hal ini bertentangan dengan Pasal 2, AD/ART PPP, yang menyatakan bahwa PPP berasaskan Islam, dengan bercirikan Ahlussunnah wal Jama’ah,” kata anggota Majelis Tinggi PPP Anwar Sanusi ketika dihubungi Obsessionnews.com, Selasa (2/5/2017).
PPP, lanjut Anwar, sejak berdiri dan didirikan oleh alim ulama berasas Islam. Oleh karena itu untuk menyelamatkan PPP harus kembali kepada Khittah 1973, dan berpegang teguh pada 6 Prinsip Perjuangan Partai , yakni Prinsip Ibadah, Prinsip amar ma’ruf nahi munkar, Prinsip kebenaran, kejujuran, dan keadilan, Prinsip Musyawarah, Prinsip Persamaan, kebersamaan, dan persatuan, dan Prinsip istiqomah.
“Saya berpendapat kedua DPP PPP yang diwakili diwakili oleh Ketumnya masing-masing sudah melanggar asas dan prinsip perjuangan partai, yang asal usulnya digagas oleh para ulama. Termasuk lambang Ka’bah juga hasil istikharah KH Bisri Syamsuri,” kata anggota DPR tiga periode (1997-1999, 2004-2009, dan 2009-2014) ini.
Karena keduanya telah melanggar asas dan prinsip perjuangan, tuturnya, maka perlu menghadirkan para alim ulama se-Indonesia sebagai representasi pendiri dan pemilik PPP.
Jika para ulama bisa menyelenggarakan Musyawarah Nasional, tandas mantan anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) periode 2000-2004 ini, maka akan ditanyakan kepada mereka apa upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengakhiri konflik dan sekaligus menyelamatkan PPP.
Seperti diketahui PPP didirikan oleh para alim ulama yang direpresentasikan dengan berfusinya empat partai Islam, yakni Partai Nahdlatul Ulama (NU) dengan figur sentral KH Idham Khalid, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dengan figur sentral H Mintaredja, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan figur sentral KH Anwar Tjokroaminoto, dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) dengan figur KH Rusli Halil pada 5 Januari 1973. (arh)