Uji Nyali DPR: Hentikan Pembahasan Revisi UU TNI

Obsessionnews.com - Pembahasan RUU TNI menjadi arena DPR untuk uji nyali. Kalau berani, para legislator dituntut menghentikan pembahasan RUU yang dianggap kalangan aktivis bermasalah. Direktur Imparsial Gufron Mabruri meminta DPR jelang akhir periode tidak sekadar menjadi tukang stempel pemerintah. Terlebih menyangkut revisi UU TNI yang dianggap tidak mendesak dan tak cukup waktu untuk dibahas. Baca juga: RUU TNI: Jalan Mundur Reformasi Militer "Kami memandang DPR RI sebaiknya menghentikan segala bentuk pembahasan agenda revisi UU TNI, mengingat revisi UU TNI bukan hanya tidak mendesak, tetapi DPR juga tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pembahasan," kata Gufron di Jakarta, Kamis (18/7). Dia mengingatkan pembahasan revisi UU TNI sudah bermasalah sejak proses. Misalnya, Surat Presiden (Surpres) terkait RUU TNI tidak disertai dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan belakangan muncul semangat mengubah pasal lain di luar pasal yang mengatur penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga dan perubahan batas usia pensiun. Baca juga: Bahas RUU TNI-Polri, Pemerintah-DPR Jangan Tutup Telinga "DPR pada saat ini sedang memasuki masa reses dan baru pada pertengahan Agustus akan kembali masuk masa sidang. Artinya, praktis, DPR hanya memiliki waktu yang sangat singkat yakni kurang lebih 1 bulan untuk menyelesaikan pembahasan revisi UU TNI. Dengan waktu yang singkat tersebut, kami sangsi DPR mampu menyelesaikan revisi UU penting ini secara optimal dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna secara luas," kata dia. Menurutnya, revisi UU TNI sekarang ini jauh dari agenda reformasi untuk mendorong tentara menjadi alat pertahanan negara yang profesional. Usulan perubahan dalam RUU TNI membawa militer kembali ke era orde baru, perwira aktif bisa memimpin lembaga di luar sektor pertahanan. Imparsial juga menyorot wacana menghapus larangan berbisnis bagi TNI. Kebijakan ini bertentangan dengan hakikat militer secara universal yang menekankan tentara dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang. "Pasal larangan berbisnis dalam batang tubuh UU TNI adalah karena pengalaman historis masa orde baru, di mana tugas dan fungsi militer yang terlibat dalam politik dan bisnis telah mengganggu–bahkan mengacaukan– profesionalisme militer sendiri masa itu," ujarnya. (Erwin)