
Jakarta, Obsessionnews.com – Salah satu bidang urusan pemerintahan DKI Jakarta adalah lingkungan hidup. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI diamanatkan rakyat untuk melaksanakan program-protgram bidang lingkungan hidup. Sebagaimana bidang-bidang lain seperti kebudayaan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, dan lain-lain.
Pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS , Muchtar Effendi Harahap, menilai Pemprov DKI periode 2013-2017 khususnya di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tingkat pencapaian target tiap tahun masih lebih rendah.

“Kondisi kinerjanya tergolong buruk, tak pernah mencapai target, apalagi melebihi target,” kata Muchtar melalui keterangan tertulis kepada Obsessionnews.com, Sabtu (11/3/2017).
Di pihak lain, lanjutnya, terdapat proyek pembangunan lingkungan hidup yang mangkrak atau bermasalah. Juga belum ada kemajuan hingga kini, bahkan merosot dengan bukti tidak menerima penghargaan Adipura.
Menurut alumnus Program Pasca Sarjana Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986, ini slogan kerja..kerja…kerja nyata yang didengung-dengungkan Ahok selama ini tak terbukti di bidang lingkungan hidup ini. Muchtar memaparkan data, fakta dan angka untuk mematahkan slogan tersebut.
Penyerap Anggaran Rendah
Pada tahun 2013 Pemprov DKI diamanatkan dan direncanakan untuk mencapai target alokasi APBD di bidang lingkungan hidup sebesar Rp 2,1 triliun. Saat itu Gubernur DKI Jokowi hanya mampu menyerap Rp 1, 2 triliun atau 56,17%.
“Data 56,17% ini menunjukkan kinerja Pemprov DKI tahun 2013 di bidang lingkungan hidup tergolong sangat buruk, karena kesenjangan antara apa seharusnya dan apa adanya sangat tinggi, yakni sekitar 44 %,” tandas Muchtar.
Pada tahun 2014 di era Ahok alokasi APBD untuk linkungan hidup sebanyak Rp 3,7 triliun. Sedangkan total penyerapan hanya Rp 1,1 triliun atau 30,39%.
“Data capaian Ahok ini merosot drastis, terdapat kesenjangan sekitar 70%. Kondisi kinerja Ahok ini sangat buruk. Tentu saja data ini mematahkan kampanye Ahok kerja…kerja…kerja nyata,” tegas Muchtar.
Pada tahun 2015 di era Ahok alokasi APBD sebesar Rp 6,2 triliun. Dari alokasi anggaran tersebut yang diserap hanya Rp 3,8 triliun atau 62,23 %.
“Data tahun 2015 ini memang meningkat dibandingkan tahun 2014, namun masih tergolong lebih buruk, karena kesenjangan penyerapan anggaran masih di atas 20%,” kritik Muchtar.
Rata-rata kemampuan Pemprov DKI menyerap anggaran alokasi APBD bidang urusan lingkungan hidup yaitu sekitar 48 %. “Tergolong sangat buruk! Pemprov DKI tidak kerja nyata di bidang lingkungan hidup,” ujarnya.
Proyek Mangkrak
Persoalan sampah terbesar di DKI adalah banyaknya sampah dengan keterbatasan tempat pembuangan sampah (TPS). Oleh karena itu, perlu terobosan untuk membangun TPS yang mampu mengatasi persoalan tersebut dengan membangun TPS berbasis teknologi yang mampu mengubah sampah menjadi hal bermanfaat.
Muchtar mengungkapkan, di masa Ahok proyek pembangunan Intermediate Technology Facility (ITF) untuk pengolahan sampah mangkrak. Padahal tinggal melanjutkan tender era Fauzi Bowo atau Foke yang tertunda karena transisi pemilihan gubernur tahun 2012. Capaian tersebut tentunya lebih rendah dari era Foke yang mampu menyelesaikan proyek Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) BantarGebang, Bekasi, dan mampu mengubah sampah menjadi listrik dan mendapat penghargaan Anugerah Dharma Karya Energi dari Kementerian ESDM. Selain itu Foke berhasil membangun ITF Cakung Cilincing dengan teknologi mechanical biological treatment, yakni mengubah sampah jadi kompos.
Lebih tragis lagi, kata Muchtar, dengan anggaran dari APBD sekitar Rp 70 triliun, yang berarti tambah 100 % dibanding era Foke, Ahok tak mampu membangun seperti TPST Bantar Gebang.
“Hingga kini Pemprov DKI tidak punya sama sekali TPST seperti di Bantar Gebang. Aneh sekali!” ujarnya.
Tak Dapat Adipura
Untuk menilai kinerja sektor kebersihan, pencemaran udara dan air di DKI, dapat digunakan capaian atau peraihan penghargaan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura menggunakan dua parameter penilaian, yakni non fisik, dan pemantauan fisik terhadap pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara.
Menurut Muchtar, dalam konteks ini kinerja Ahok juga sangat buruk mengingat sepanjang 2014-2016 hanya 1 Kotamadya yang meraih penghargaan Adipura, yaitu Jakarta Pusat. Capaian ini lebih rendah dari Foke. Pada tahun 2012 Foke berhasil mengantarkan 4 Kotamadya meraih penghargaan Adipura dan 1 Kotamadya mendapat sertifikat Adipura. Selain itu meraih penghargaan Adipura terbanyak, termasuk penghargaan pasar terbaik, taman kota terbaik, dan status lingkungan hidup terbaik.
Gubernur Baru
Muchtar mengemukakan, data, fakta dan angka tersebut membuktikan kondisi kinerja Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok masih rendah.
“Dapat disimpulkan kondisi kinerja Ahok merosot tanpa kerja nyata,” tegasnya.
Untuk ke depan, tambahnya, rakyat DKI membutuhkan gubernur baru, pemimpin yang punya perhatian memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup. (arh)