Optimalkan CEPA dengan Kanada dan Uni Eropa, Mendag Busan: Indonesia Siap Perkuat Posisi di Pasar Global

Optimalkan CEPA dengan Kanada dan Uni Eropa, Mendag Busan: Indonesia Siap Perkuat Posisi di Pasar Global
Mendag Busan saat membuka “Strategic Forum Indonesia-Canada CEPA dan Indonesia-European Union CEPA Peluang dan Tantangan Pemanfaatan yang Optimal” pada Senin, (29/9/2025) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. (Foto Dok. Humas Kemendag)

Obsessionnews.com – Indonesia menapaki babak baru dalam diplomasi dagang internasional. Dua perjanjian perdagangan besar berhasil diraih sekaligus, yakni Indonesia-Canada CEPA yang telah resmi ditandatangani pada Rabu, (24/9/2025) dan Indonesia-European Union CEPA yang penyelesaiannya telah mencapai tahap substantif pada Selasa, (23/9/2025). Kedua capaian ini menandai langkah strategis Indonesia untuk memperkuat posisi di pasar global di tengah dinamika geopolitik dan persaingan ekonomi dunia.

Menteri Perdagangan Budi Santoso (Mendag Busan) menegaskan, kedua CEPA menjadi momentum penting untuk memperluas akses pasar, meningkatkan daya saing, sekaligus memperkokoh fondasi ekonomi nasional. “Penandatanganan dengan Kanada dan penyelesaian substansi dengan Uni Eropa adalah titik tolak perjalanan Indonesia dalam memperkuat posisi perdagangan global. Dengan implementasi CEPA ini, kami menargetkan lonjakan ekspor, baik ke Kanada maupun Uni Eropa,” ujarnya saat membuka forum strategis bertajuk “Strategic Forum Indonesia-Canada CEPA dan Indonesia-European Union CEPA: Peluang dan Tantangan Pemanfaatan yang Optimal” pada Senin, (29/9/2025) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

Sebagai langkah konkret, Kemendag tengah menyiapkan kebijakan otomatisasi Surat Keterangan Asal (SKA) agar eksportir lebih mudah mengakses tarif preferensial. Dengan sistem baru ini, pelaku usaha tidak perlu lagi melalui proses manual untuk mendapatkan tarif terendah. “Pelaku usaha cukup fokus meningkatkan ekspor, sementara sistem akan memastikan hak mereka atas tarif yang paling kompetitif,” jelas Mendag Busan.

Tak berhenti di Kanada dan Uni Eropa, Indonesia juga membidik pasar baru. Pada 2026, pemerintah akan melanjutkan negosiasi dengan blok Mercosur di Amerika Latin dan memperkuat pendekatan ke kawasan Afrika. Dengan strategi ekspansi pasar ini, pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi nasional bisa terdongkrak hingga 8 persen.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono, menyebut capaian CEPA dengan Kanada dan Uni Eropa sebagai momentum strategis. “Dengan dua perjanjian ini, Indonesia menempatkan diri di jalur perdagangan dunia dari Indo-Pasifik hingga Atlantik. Ini bukan hanya memperluas akses pasar, tetapi juga mempertegas posisi geopolitik Indonesia,” ungkapnya.

Dari sisi dunia usaha, antusiasme juga terasa. PT Kapal Api Global melihat peluang besar bagi kopi Indonesia di Kanada dengan adanya pengurangan hambatan tarif dan logistik. Sementara itu, PT Tatalogam Lestari menilai CEPA dengan Uni Eropa sebagai kabar gembira bagi industri besi dan baja karena tarif masuk akan menjadi 0 persen, sehingga mampu meningkatkan ekspor secara signifikan.

Forum ini juga menghadirkan berbagai perspektif dari diplomat, akademisi, hingga asosiasi bisnis. Dubes RI untuk Kanada, Muhsin Syihab, menegaskan bahwa CEPA tidak hanya soal penghapusan tarif, tetapi juga kemitraan menyeluruh yang mencakup investasi, jasa, hingga tenaga profesional. “Diplomasi berperan penting dalam memfasilitasi UMKM agar bisa ikut menikmati manfaat perjanjian ini,” katanya.

Dari sisi akademik, Widyastutik dari IPB menekankan pentingnya inklusivitas. Menurutnya, Kanada memberikan perhatian besar pada energi terbarukan dan pemberdayaan perempuan. Hal ini membuka peluang besar bagi wirausaha perempuan Indonesia. Sementara itu, pelaku usaha seperti Edward Joesoef dari Konimex Group menegaskan bahwa standar kualitas Kanada yang ketat justru mendorong perusahaan Indonesia meningkatkan mutu produknya.

Di sesi diskusi mengenai Uni Eropa, Carsten Sorensen dari EU Delegation menyampaikan bahwa perjanjian ini adalah pintu menuju integrasi rantai pasok global. Djisman Simandjuntak menambahkan, Indonesia harus memanfaatkan CEPA bukan hanya untuk perdagangan, tetapi juga sebagai landasan memperkuat kolaborasi teknologi dan inovasi.

Dari sisi industri, Devi Kusumaningtyas dari APRISINDO menilai sektor alas kaki akan menjadi salah satu penerima manfaat terbesar. Dengan tarif impor yang turun ke 0 persen, industri padat karya ini dapat langsung merasakan dampaknya, terutama bagi jutaan pekerja Indonesia.

Sementara itu, Edison Bako dari Eurocham Indonesia menegaskan bahwa keberhasilan CEPA akan sangat bergantung pada penyederhanaan regulasi dan birokrasi. Hal senada diungkapkan Mulia Amri dari Kadin Indonesia Institute yang menyoroti perlunya dukungan penuh bagi UMKM agar siap menembus pasar Eropa yang berstandar tinggi.

Melengkapi pandangan tersebut, Yose Rizal Damuri dari CSIS menekankan dimensi geopolitik. Menurutnya, CEPA bersifat transformatif, bukan hanya untuk memperbesar volume perdagangan, tetapi juga dalam membentuk tatanan ekonomi global yang lebih inklusif.

Dengan capaian diplomasi dagang ini, Indonesia tidak hanya memperkuat daya saing ekspor, tetapi juga memperkokoh posisi sebagai pemain penting dalam arsitektur perdagangan global.  (Ali)